Filosofi Tana Tidung, Ajung Berambang Perpindahan Desa Tua di Desa Manjelutung

Img 20240819 wa0041 teraskaltara. Id
Prosesi Adat Ajung Berambang, perpindahan Raja dari Desa Manjelutung yang digelar Pemkab Tana Tidung, Senin (19/8/2024).

TANA TIDUNG, TerasKaltara.id – Komitmen Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali untuk menjadikan daerahnya berbudaya dengan adat istiadatnya terlihat dengan suksesnya perlehatan Prosesi Adat Ajung Berambang, Senin (19/8/2024).

“Mengangkat filosofi dari suku asli orang Tidung, pribumi yang ada di Kabupaten Tana Tidung,” ujarnya.

Prosesi penurunan Ajung Berambang atau Padau Talu Dulung ini menunjukkan cerita perpindahan dari desa tua yang berada di Desa Manjelutung atau dikenal Raja Benayuk, kemudian pindah menggunakan perahu.

Filosofi ini yang kemudian menjadi jadi cikal bakal adanya perahu dipakai orang Tidung, disebut Ajung Berambang. Prosesi adat ini diangkat kembali, menjadi histori 400 tahun yang lalu orang Tidung sudah ada di Bumi Kalimantan, khususnya di Kaltara.

“Kemudian berpindah ke Sesayap dan Malinau, di Tarakan, Nunukan dan daerah sekitarnya. Inilah cikal bakal menjadi kerajaan Tidung,” bebernya.

Di hari terbentuknya Kabupaten Tana Tidung, ia berharap dengan proses adat yang dilakukan bisa menjadikan Tana Tidung sebagai daerah yang mengangkat filosofi budaya dan adat. Dalam waktu dekat, prosesi adat ini juga akan masuk dalam agenda Pesona Nusantara dan akan terus diperbaiki menjadi lebih menarik lagi.

“Nanti kedepannya kami akan mengundang wisatawan nasional bahkan internasional. Penurunan Padau Talu Dulung ini mengawali proses dimulainya prosesi adat. Perahu sudah kita lepas, nanti akan lanjut prosesi lanjutan di puncak acara Tana Tidung Syukuran yang ke-7 dan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dan HUT Tana Tidung ke-17,” bebernya.

Acara inti nantinya di RTH Joesoef Abdullah, tidak hanya mengundang masyarakat Tana Tidung tetapi juga se-Kaltara bahkan seluruh Indonesia. Datang dan saksikan pagelaran seni budaya adat istiadat Tidung Belusu yang ada di Kabupaten Tana Tidung.

“Memang jejak kerajaannya, kita tidak punya karena dihilangkan penjajah Belanda. Dibakar kerajaan Salimbatu, sehingga kita tidak punya jejak,” tuturnya.

Tetapi histori Kerajaan Tidung itu ada, mulai dari Desa Salimbatu, Kerajaan Sesayap, di Malinau ada Raja Pandita kemudian di Bulungan ada Maharajalila. Menjadi jejak nama Raja yang terukir dalam sejarah dan diakui dengan disematkan di Batalyon Raja Pandita dan dalam Korem 092 Maharajalila.

“Negara juga mengakui, Tidung memiliki kerajaan dan raja-rajanya disematkan sebagai nama kekuatan negara,” ungkapnya.

Jika di Tarakan lebih dikenal dengan Museum untuk menampilkan histori Raja Kerajaan Tidung. Sedangkan Tana Tidung mengangkat tema lain, lebih ke budaya dan adat istiadat Tidung maupun Balai Adat yang dibangun secara megah. Mulai dari Balai Adat Kecamatan dan Balai adat di Tana Lia.

Di Pusat Pemerintah (Puspem) Tana Tidung juga nantinya akan dibangun Taman Budaya, sebagai peradaban dan Balai Adat yang representatif untuk setingkat Kabupaten.

“Kami akan coba usulkan ke Kalender Pariwisata Nasional, tapi memang ada standar. Sudah saya komunikasikan dengan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi untuk komunikasikan ke Kementerian Pariwisata. Harapan saya bisa menjadi Pesona Nusantara yang masuk juga kedalam agenda Pesona Nusantara kedepan,” harapnya. (*/saf)

 

Pos terkait