TARAKAN, TerasKaltara.id – Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalimantan Utara (Kaltara) menangkap 3 pria terduga kasus Tindak Pidana Penyeludupan Manusia (TPPM). Ketiganya berinisial AN, AD dan SG.
Dir Polairud Polda Kaltara, Kombes Pol Bambang Wiriawan melalui Wadir Polairud, AKBP Suryono mengatakan, proses penegakan hukum tersebut bermula pada 5 September 2024, sekira pukul 06.00 Wita, di Sungai Bandara Juwata, Kota Tarakan. saat itu pihaknya menerima informasi akan ada penyelundupan orang ke luar negeri tanpa dokumen resmi. Sehingga pihaknya bergerak cepat melakukan pemantauan.
“Petugas mendapati adanya speedboat yang baru saja berlayar melalui Sungai Bandara Juwata dan langsung melakukan pengejaran,” kata Suryono kepada awak media, Sabtu (7/9/2024).
Setelah pengejaran dilakukan, speedboat yang mencurigakan tersebut akhitnya diamankan di sekitar perairan Jembatan Besi. Hasilnya ditemukan 22 orang di dalam speedboat, dengan rincian 16 pria, 5 wanita dan 1 anak yang akan diberangkatkan menuju negara Malaysia, melalui Sebatik.
Suryono mengungkapkan, setelah melakukan penggerebekan, polisi juga melakukan penggeledahan terhadap speedboat tersebut, namun tidak ditemukan dokumen resmi keberangkatan. Selain mengamankan tiga tersangka, pihaknya juga menerbitkan dua DPO (Daftar Pencarian Orang) berinisial AA dan YS.
“Kami juga menyita sejumlah barang bukti berupa satu unit speedboat dengan kapasitas 2 mesin 175 PK, satu unit mobil yang digunakan untuk mengantarkan 22 orang itu sebelum ke speedboat, dan empat unit handphone,” ucapnya.
Suryono menjelaskan, bermodalkan 3 orang tersangka yang sudah diamankan saat ini, Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Kaltara melakukan pengembangan untuk penyelidikan dugaan TPPM.
Sementara itu, Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Kaltara, Kompol Yudi Franata mengatakan, beberapa korban TPPM enggan mengaku bahwa mereka akan diselundupkan secara ilegal ke negara tetangga. Sehingga, hal tersebut menjadi kendala bagi pihak kepolisian untuk mengungkapkan kegiatan ilegal tersebut.
Tak berhenti di situ, kata dia, pihak polisi terus melakukan pengembangan dan pendalaman terhadap 3 tersangka dan pada akhirnya kegiatan ilegal TPPM itu diakui oleh para tersangka.
“Dari motoris dan sopir mobil yang mengaku bahwa mereka akan ke Malaysia tanpa dokumen yang sah,” tegas Yudi.
Yudi mengungkapkan, adapun modus yang digunakan ketiga tersangka untuk melancarkan aksinya, diawali dari otak kegiatan ilegal TPPM yakni, AA yang saat ini ditetapkan DPO. Menghubungi korban yang berada di wilayah Kupang, NTT, untuk bekerja secara ilegal di Malaysia melalui Tarakan. Lalu, peran AN mengantarkan para korban dari Pelabuhan Pelni ke Sungai Bandara dengan upah Rp 50 ribu untuk satu orang.
“Kurang lebih upah AN itu Rp. 1,1 juta. Jadi selama perjalanan tiba dari Pelabuhan Pelni, AN menghubungi korban untuk diantar jemput ke Sungai Bandara,” ucapnya.
Sambungnya, pada keesokan harinya, AN menghubungi SG yang berperan menyiapkan speedboat untuk mengangkut 22 korban yang akan diselundupkan secara ilegal ke Malaysia. Dalam perjalananya mengantar korban TPPO, SG dijanjikan upah Rp. 250 ribu perkepala dengan total sekira Rp 5,5 juta.
“Untuk tersangka SG, diberikan gaji bagi hasil dengan tersangka IS yang saat ini kita lakukan pengejaran. Jadi setiap 1 bulan SG ini ada kegiatan yang dilaporkan ke pemilik speedboat yaitu IS,” ujar Yudi.
Yudi juga mengungkapkan, para tersangka sudah menjalankan sindikat perdagangan orang ini kurang lebih 5 tahun lamanya. Biasanya, tersangka juga memungut biaya akomodasi kepada para korban dengan besaran masing-masing Rp. 400 ribu per kepala.
“Akomodasinya untuk penjemputan dari pelabuhan Rp 50 ribu, lalu perjalanan ke Sebatik, Malaysia Rp. 250 ribu. Ditambah biaya penginapan juga Rp 100 ribu. Otaknya si AA ini,” ucapnya lagi.
Yudi menjelaskan, seluruhan korban akan segera diberangkatkan ke Kabupaten Nunukan untuk diserahkan ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Nantinya, BP2MI yang akan memberangkatkan kembali para korban ke kampung halaman.
Atas perbuatannya, ke 3 terduga pelaku TPPM tersebut disangkakan n Pasal 120 Ayat 2 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian jo Pasal 55 Ayat 1 KUHPidana dan atau Pasal 81 jo Pasal 69 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. (ryf)