NUNUKAN, TerasKaltara.id – Polemik ganti rugi lahan atas pengerjaan proyek PLBN Sebatik menemukan masalah baru lagi.
Meskipun pada tahun 2020 lalu, puluhan kepala keluarga sudah menerima pembayaran ganti rugi, namun ternyata masih ada satu lahan lagi yang belum menerima ganti rugi tersebut.
Pemilik lahan itu bernama Juniawan Putra Mandala berdasarkan Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) dengan nilai Rp4,7 miliar lebih.
Kepemilikan lahan itu awalnya milik H. Agus Maulana Taruna yang tak lain merupakan orang tua dari Juniawan Putra Mandala, berdasarkan SPPT yang terbit pada tahun 2019.
Namun pada tahun 1994-an, H.Agus – sapaan akrabnya melakukan penimbunan di pesisir tersebut dan melakukan pembangunan di Pangkalan Batu.
Lalu, lahan dengan luas 2.725 meter itu diserahkan kepada anaknya berdasarkan SPPT tahun 2020.
Usut punya usut SPPT tersebut ternyata digugat di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan oleh seseorang berinisial AN yang tak lain merupakan saudara H. Agus itu sendiri.
“Tapi Saya tidak tahu dasarnya (menggugat) apa. Tapi, karena saya ini tidak mau ribet, makanya saya ikuti prosesnya saja,” katanya saat dimintai konfirmasi.
Atas gugatan di PN Nunukan itu, ternyata AN memenangkan gugatannya pada 2023 dan uang ganti rugi tersebut milik penggugat.
Akan tetapi, pihak H.Agus masih tetap keukeh dengan hak kepemilikan lahan tersebut. Ia pun mengambil sikap dengan menyatakan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Kaltara pada tanggal 23 Juni 2023.
Hasilnya, PT Kaltara menerima permohonan banding dan membatalkan hasil putusan PN Nunukan pada tanggal 15 Maret 2023.
Usaha yang dilakukan H. Agus ternyata juga mendapat respon dari saudaranya AN.
AN mengajukan perlawanan hukum atas putusan PT Kaltara dengan menyatakan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Namun, hasilnya ditolak MA dan Agus pun kembali menang.
“Total ganti rugi lahan itu sebenarnya kurang dari Rp21 miliyar. Tapi, terpecah dua karena ada SPPT itu. Rp16 miliar lebih itu sudah selesai menggunakan sertifikat atas nama H Nori (orangtua H Agus dan AN). Itu semua dibagi ratakan. Tinggal SPPT ini milik saya belum,” sebutnya.
Namun yang di sayangkannya adalah, sikap dari Badan Pertahanan Nasional (BPN) Nunukan. Pelayanan BPN Nunukan seolah-olah ingin mengulur waktu untuk menindaklanjuti atas putusan MA tersebut.
Pihaknya sudah kerap kali dijanjikan untuk bertemu langsung dengan Kepala BPN.
Namun belum lama ini, menolak lagi bertemu dengan alasan Kepala BPN Nunukan sedang sakit. Hingga kini ia menilai ada upaya untuk mengulur waktu atas apa yang menjadi putusan dari MA.
“Kita sudah sampaikan apa yang menjadi putusan dari MA. Sudah lebih dari dua kali kami kesana (BPN), tapi tidak ada respon. Kita juga tidak tahu, apa yang menjadi alasan dari BPN. Kalau katanya (informasi pejabat BPN) , draftnya masih mau dibuat. Tapi yang bingungnya kita, pencairan pertama di lahan yang lain tidak ada itu draf,” sebutnya.
Dengan sikap BPN Nunukan yang dinilainya ingin mengulur waktu, ditegaskannya tidak bisa diterima.
Karena menurut dia, pihaknya telah mengikuti semua persidangan yang ada.
Sehingga, dia sangat menyayangkan sikap BPN yang dinilai lambat untuk memberikan pelayanan di masyarakat.
Ia menegaskan, jika dalam waktu dekat tak ada tanggapan dari BPN Nunukan, ia tak segan akan melaporkannya kepada pihak Kementerian ATR.
“Saya akan bawa ini di pusat kalau memang di daerah ini tidak ada tindaklanjutnya. Karena saya merasa, ini hak saya, uang saya yang saya perjuangkan. Tanah saya yang diganti oleh pemerintah atas pembangunan PLBN. Kenapa harus diperlambat. Tinggal satu surat saja yang dibutuhkan untuk dibawa ke PN sebagai syarat pencairan,” terangnya.
Sementara itu, Vivi yang juga merupakan anak dari H Agus mengungkapkan kekecewaannya atas pelayanan BPN Nunukan.
Ia mengaku yang mengurus berkas tanah kepimilikan milik orang tuanya, namun terkesan tidak diterima pihak BPN Nunukan.
Bahkan, dirinya sudah lebih lima kali bolak balik ke BPN Nunukan untuk meminta akan haknya.
“Setiap saya datang (ke kantor BPN Nunukan), saya hanya bertemu stafnya. Katanya nanti dihubungi kembali kalau kepala BPN sudah masuk ke kantor,” jelasnya.
Saat ia menunggu di hubungi kembali, namun nyatanya tak ada juga yang dilakukan BPN Nunukan. Sehingga ia berinisiatif untuk datang langsung ke Kantor BPN Nunukan untuk kembali pertanyakan apa yang menjadi haknya.
“Waktu saya tiba, saya diminta untuk tunggu sampai jam 2 (14.00 Wita) siang. Tapi tidak ada juga. Malah saya diberitahukan, kalau Kepala BPN tidak masuk kantor, karena sakit. Saya ini dari Sebatik, bolak-balik mengurus ini. Saya sudah rugi di tenaga, waktu, dan biaya tapi tidak ada kepastian,” tutupnya. (rn)