TERASKALTARA.ID, MALINAU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malinau memberikan klarifikasi terkait video yang beredar di media sosial, yang menuding adanya pencemaran lingkungan oleh limbah tambang batubara milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC).
Kepala DLH Malinau, John Felix, menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Pihaknya telah melakukan pengecekan langsung setelah menerima laporan masyarakat.
“Kami tiba di lokasi sekitar pukul 12.00 WITA. Lokasi yang dimaksud adalah TP 9, yaitu unit pengolahan limbah dengan sistem chemical treatment. Saat kami cek, proses pengolahan sedang berjalan dan melibatkan lima kolam pengendapan bertahap,” jelas John Felix, Senin (7/25).
Dari hasil pengukuran langsung di lapangan, John menyebutkan bahwa kadar Total Suspended Solid (TSS) air limbah hanya 61 mg/L, jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan dalam Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) Kabupaten Malinau, yakni 200 mg/L.
“Kalau merujuk Permen LH No. 113 Tahun 2003, batas maksimal TSS secara nasional adalah 400 mg/L. Tapi di Malinau, kita tetapkan batas yang lebih ketat, hanya 200 mg/L. Dengan angka 61 mg/L, artinya air limbah tersebut sangat aman,” ujarnya.
Selain itu, hasil pengukuran pH air menunjukkan angka 6,6, yang masih dalam kisaran baku mutu antara 6 hingga 9.
John juga membantah klaim yang menyebutkan limbah dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan. Ia menilai secara teknis hal itu tidak mungkin terjadi, karena air limbah dengan TSS tinggi tidak bisa berubah jernih secara instan.
“Kalau awalnya TSS di atas 200 hingga 400 mg/L, tidak mungkin bisa turun menjadi 61 mg/L dalam waktu singkat tanpa sistem pengolahan. Di lokasi, kami lihat ada 5 kolam berjenjang, dan prosesnya sesuai SOP,” tegasnya.
John Felix mengajak masyarakat, aktivis lingkungan, dan semua pihak yang peduli terhadap lingkungan untuk bersikap terbuka dan melibatkan pihak berwenang dalam setiap laporan yang muncul.
“Kalau serius ingin bantu menjaga lingkungan, tolong libatkan DLH dan perusahaan ketika ada dugaan pelanggaran. Jangan langsung diviralkan tanpa klarifikasi. Di lapangan itu ada petugas dan perusahaan, jadi biar semuanya clear dan transparan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kekeruhan air sungai tidak selalu disebabkan oleh limbah tambang. Curah hujan tinggi juga bisa menyebabkan peningkatan sedimentasi yang berdampak pada kesulitan PDAM dalam mengolah air baku.
“Ini bukan sekadar soal limbah. Ada faktor alam juga, seperti curah hujan yang tinggi. Jadi mari kita diskusikan bersama secara terbuka dan berbasis data,” pungkasnya. (tk01)