Bupati Wempi Paparkan RTRW Malinau 2025–2045: Tata Ruang Visioner untuk Energi Terbarukan dan Konektivitas Perbatasan

TERASKALTARA.ID, JAKARTA – Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, S.E., M.H., menegaskan pentingnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2025–2045 sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan.

Dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor di Jakarta, Kamis (25/9/2025), Wempi memaparkan rencana tata ruang yang menekankan pemanfaatan potensi energi terbarukan, penguatan pertanian, hingga konektivitas perbatasan.

Rapat yang dibuka Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Dr. Ir. Suyus Windayana, M.Eng., ini diikuti secara tatap muka dan daring oleh berbagai pemangku kepentingan pusat dan daerah.

“Sebagai kepala daerah periode kedua, kami kembali memaparkan RTRW Malinau. Pada periode pertama, tata ruang perbatasan dengan Malaysia juga sudah kami sampaikan. Kini kami ingin memperlihatkan gambaran besar rencana tata ruang Kabupaten Malinau 2025–2045,” ujar Bupati Wempi.

RTRW Malinau berlandaskan Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW 2012–2032, Perbup Nomor 6 Tahun 2021 tentang RDTR Kawasan Perkotaan Malinau 2021–2041, serta Perbup Nomor 4 Tahun 2024 tentang RDTR Mentarang yang mendukung proyek strategis nasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang.

Wempi menekankan besarnya potensi energi terbarukan dan sumber daya alam Malinau, termasuk proyek PLTA Mentarang senilai Rp45 triliun yang diharapkan dapat menyuplai energi untuk Kawasan Industri Hijau Tanah Kuning di Bulungan dan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Malinau memiliki sumber daya air yang sangat besar. Potensi ini harus dikelola dengan baik untuk mendukung energi terbarukan dan ketahanan pangan nasional,” jelasnya.

Selain energi, rencana tata ruang juga mencakup pengelolaan kawasan pascatambang menjadi destinasi wisata, penguatan pertanian sehat, serta pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan.

Namun, Wempi menggarisbawahi sejumlah tantangan, seperti keterbatasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan akses transportasi pedalaman.

“Di perbatasan sering muncul ungkapan ‘di dadaku Garuda, di perutku Malaysia’. Artinya, kebutuhan masyarakat lebih mudah dipenuhi dari Malaysia. Hal ini harus kita jawab dengan strategi konektivitas dan layanan dasar,” tegasnya.

Bupati Wempi juga menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam perencanaan tata ruang. “Seluruh wilayah Malinau sudah terbagi dalam 10 wilayah adat. Kami berharap Kementerian ATR/BPN tidak mudah mengeluarkan izin tanpa melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat adat,” ujarnya.

Ketua DPRD Malinau, Ping Ding, S.IP., menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penetapan Perda RTRW. “Malinau memiliki luas wilayah sekitar 3,8 juta hektare, namun hanya sekitar 9,5 persen yang berstatus APL dan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan. Keterbatasan ini menjadi tantangan besar, sehingga diperlukan kerja sama lintas sektor,” katanya.

Ia menambahkan, tata ruang ibarat desain pakaian yang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Perencanaan ini harus visioner, mengintegrasikan kepentingan ekonomi, kelestarian lingkungan, serta peningkatan kualitas hidup. DPRD mendukung penuh agar perda RTRW segera disahkan,” tegas Ping Ding.

Dengan pemaparan RTRW 2025–2045, Pemkab Malinau menegaskan komitmennya membangun wilayah perbatasan yang maju dan berkelanjutan.

Rencana ini diharapkan menjadi pedoman strategis dalam mewujudkan Malinau sebagai pusat energi terbarukan, lumbung pangan, dan destinasi investasi yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

Pos terkait