Disperindagkop Kaltara: HET Beras Premium Rp15.400 Dinilai Tak Realistis

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Kaltara, Hasriyani

TERASKALTARA.ID, MALINAU – Rencana penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium sebesar Rp15.400 per kilogram dinilai tidak realistis untuk diberlakukan di Kalimantan Utara. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Kaltara, Hasriyani, menegaskan kondisi geografis dan biaya distribusi yang tinggi membuat harga tersebut sulit dicapai di lapangan.

“Untuk saat ini, sejauh pengamatan kita, meskipun ada arahan dari kementerian bahwa HET premium Rp15.400 harus diterapkan, tapi di Kaltara itu tidak memungkinkan,” ujar Hasriyani.

“Harga rata-rata di Tarakan saja sudah Rp17 ribu ke atas, bahkan beberapa merek seperti Nagamas bisa mencapai Rp19 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram,” lanjutnya.

Menurut Hasriyani, pihaknya bersama tim Satgas Pangan yang terdiri dari Bapanas dan Ditreskrimsus Polda Kaltara telah turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi nyata di daerah. Dari hasil pemantauan itu, ditemukan bahwa para pengusaha beras di Kaltara sudah membeli dari daerah asal dengan harga di atas HET.

“Kalau kita paksakan, risikonya besar. Bisa berdampak pada pencabutan izin usaha, bahkan bisa masuk ranah pidana kalau tidak diindahkan. Tapi faktanya, biaya angkut dan bongkar muat di sini tinggi, dan kita bukan daerah penghasil beras,” jelasnya.

Hasriyani juga menekankan pentingnya mempertimbangkan karakteristik wilayah Kalimantan Utara yang berbeda dengan provinsi lain di Kalimantan.

“Sulawesi Selatan saja sebagai daerah penghasil beras kesulitan menerapkan HET itu, apalagi kita yang 70 persen pasokannya dari luar daerah,” katanya.

Ia menegaskan, fokus utama pemerintah daerah saat ini bukan pada penegakan harga semata, tetapi pada stabilitas pasokan di pasar agar tidak terjadi gejolak.

“Selama ketersediaan beras masih ada, masyarakat tetap bisa beraktivitas normal. Harga boleh naik sedikit, tapi yang penting stoknya aman. Kalau berasnya tidak ada, baru kita harus waspada,” ujarnya.

Dari data Disperindagkop UKM Kaltara, kebutuhan beras di provinsi ini mencapai sekitar 58 ribu ton per bulan, sementara produksi lokal hanya sekitar 17 ribu ton. Artinya, sekitar 70 persen kebutuhan beras Kaltara masih dipasok dari luar daerah.

“Oleh karena itu, kami tetap menjaga agar ketersediaan beras tetap ada. Jangan sampai pengusaha berhenti memasok karena ditekan dengan HET yang tidak sesuai kondisi lapangan,” pungkas Hasriyani . (*)

Pos terkait