TARAKAN, TerasKaltara.id – Menjadi kota dengan jumlah penduduk dan keramaian tertinggi di Kalimantan Utara (Kaltara), Tarakan juga memiliki jumlah tempat hiburan malam (THM) cukup banyak. Akibatnya, menjadi tempat berkumpulnya pasangan tanpa ikatan pernikahan dan fenomena seks bebas pun ikut meningkat.
Anggota Komisi II DPRD Tarakan, Abdul Kadir mengatakan pihaknya memanggil instansi terkait untuk mengantisipasi fenomena seks bebas yang sudah sampai pada anak dibawah umur di THM.
“Kami mengundang pengelola THM dan perwakilan TNI AD, TNI AL maupun TNI AU dan Satpol PP. Kami meminta pendapatnya langsung dari THM, ini menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya yang arahnya ke THM salah satunya (penyebaran fenomena seks anak dibawah umur),” ujarnya, Selasa (11/2/2025).
Dari pertemuan tersebut, dari THM hanya memberikan jawaban normatif. Salah satunya THM, Icon menyebutkan sudah melakukan penyisiran untuk memastikan tidak ada anak dibawah umur dalam THM, terutama di jam pulang 22.00 Wita.
Jawaban lain dari THM Rindu Malam, mengatakan sudah melakukan razia kartu identitas untuk memastikan tidak ada anak dibawah umur yang masuk.
“Tapi, fenomena itu (seks anak dibawah umur) kan tetap timbul. Jadi, kami melakukan koordinasi ulang. Anak-anak ini kok masih tetap bisa masuk, itu yang jadi masalah. Makanya, kami juga minta bantuan dari TNI untuk mengamankan anak-anak itu apabila didapat ada dalam THM,” terangnya.
Dalam pertemuan tersebut turut disampaikan dukungan dari matra TNI AL, kata dia akan mengambil tindakan jika ada dasar hukumnya. Sehingga, dari DPRD Tarakan memastikan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hal tersebut. Disebutkan Satpol PP, Perda No. 08 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak anak.
“Di pasal 40 Perda No. 08 Tahun 2012 itu menyebutkan anak-anak dibawah umur tidak boleh masuk ke THM, hotel dan lainnya di waktu yang sudah ditentukan,” ungkapnya lagi.
Pada bab 11 pasal 40 tersebut, di ayat 1 menyatakan setiap penyelenggara diskotik, club malam, bar, karaoke, pub atau rumah musik, panti pijat dan sauna dilarang menerima pengunjung anak. Ayat 3 juga menyebutkan dilarang menyewakan kamar kepada anak tanpa didampingi orangtua/keluarga/guru atau penanggung jawab dalam rangka kegiatan sekolah atau kegiatan lain.
Sedangkan kategori anak yang dimaksud, disebutkan dalam bab 1 pasal 1 ayat 11 anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.
“Sebenarnya dampak yang ditimbulkan bagi anak, apabila melakukan Open BO (kata lain pemesanan seks) berpengaruh pada lingkungan sekolah. Biasanya anak-anak ini takut dengan keluarga atau pihak sekolah. Sehingga pengawasan tidak hanya orangtua, tetapi juga sekolah. Karena, biasanya pengalaman berawal dari bolos sekolah,” tuturnya.
Ada beberapa hal yang disimpulkan dalam rapat, diantaranya melakukan kunjungan lapangan ke Dinas Komunikasi dan Infomatika (Diskominfo) Tarakan untuk membahas terkait aplikasi. Informasi yang didapatkan dari pertemuan tersebut, aplikasi Wechat berpengaruh dengan Open BO tersebut.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan kunjungan ke Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tarakan. Harapannya, agar bisa melakukan sosialisasi ke rumah-rumah ibadah agar menghambat atau mengurangi fenomena negatif tersebut.
“Kami akan coba bahas dengan Diskominfo, cara atau teknisnya bagaimana supaya bisa mengatur. Mungkin jam yang dibatasi, atau bagaimana nanti disepakati dengan Diskominfo bagaimana teknisnya. Kalau FKUB, harapan kita bisa memberikan dukungan mengurangi fenemona ini,” katanya lagi. (*)