TERASKALTARA.ID – Dalam momentum peringatan Hari Guru 2025, akademisi sekaligus praktisi pendidikan Dr. Markus Maluku, S.Fil., M.Pd., menyampaikan refleksi mendalam tentang posisi strategis guru sebagai penentu arah peradaban bangsa.
Ia menegaskan bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi sosok sentral yang menghidupkan ilmu pengetahuan melalui keteladanan, nilai moral, dan komitmen pengabdian.
“Guru membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga matang secara emosional dan berkarakter kuat,” tulisnya dalam refleksi tersebut.
Ia menekankan bahwa profesi guru adalah panggilan jiwa, menuntut kesabaran, integritas, dan kemauan untuk terus belajar sehingga tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Guru Membutuhkan Perlindungan Menyeluruh
Dalam refleksinya, Dr. Markus menyoroti pentingnya perlindungan hukum, sosial, dan profesional bagi guru. Ia menggarisbawahi bahwa guru sebagai agen perubahan sosial harus bekerja dalam lingkungan yang aman dan bermartabat.
Mengutip Plato dan pemikiran Kant, ia menegaskan bahwa pendidik harus memiliki kebebasan berpikir dan diperlakukan sebagai tujuan, bukan alat.
“Tanpa perlindungan yang memadai, guru rentan terhadap tekanan dan ancaman,” ungkapnya, seraya menegaskan bahwa hal ini merupakan prasyarat bagi pendidikan yang bermutu.
Ia juga merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menjamin hak perlindungan bagi guru.
Evaluasi Diri dan Pembaruan Kompetensi
Dr. Markus menekankan bahwa guru harus terus berefleksi dan melakukan evaluasi diri agar pembelajaran tetap relevan dengan perkembangan zaman dan karakter peserta didik.
Prinsip Ki Hajar Dewantara tentang guru sebagai pamong yang “menuntun sesuai kodrat alam dan zamannya” menjadi dasar pemikiran bahwa guru harus adaptif terhadap perubahan.
Ia juga menambahkan bahwa keterampilan abad ke-21 seperti literasi digital, kreativitas, kolaborasi, dan berpikir kritis merupakan kompetensi wajib bagi guru masa kini.
Dengan mengutip pemikiran Prof. Dr. N. D. Koesoema, ia menegaskan bahwa guru tidak lagi sekadar penyampai ilmu, tetapi fasilitator pembelajaran yang adaptif dan inovatif.
Ketegasan yang Berimbang dengan Empati
Dalam menjalankan peran pembinaan, guru dituntut tegas namun tetap lembut. Menurut Dr. Markus, ketegasan diperlukan demi disiplin, tetapi harus disampaikan dengan empati agar tetap memberikan kenyamanan psikologis bagi peserta didik.
Ia mengutip pandangan Paulo Freire bahwa pendidikan sejati lahir dari dialog penuh kasih antara guru dan murid.
Profesi Guru Harus Menjadi Kebanggaan
Lebih jauh, Dr. Markus menekankan bahwa profesi guru harus menjadi kebanggaan dan cita-cita generasi muda. Ia menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan dan penghargaan terhadap guru.
Mengutip pandangan Dr. Anies Baswedan, ia mengingatkan bahwa guru adalah “profesi yang melahirkan semua profesi”.
“Dengan penghargaan dan dukungan penuh, profesi guru akan menjadi sumber inspirasi dan kebanggaan,” tulisnya.
Melalui refleksi ini, Dr. Markus Maluku menegaskan bahwa guru adalah pilar peradaban yang memikul tanggung jawab besar dalam membentuk masa depan bangsa.
Perlindungan, pembaruan kompetensi, karakter tegas namun lembut, hingga pengakuan terhadap kemuliaan profesi adalah kunci untuk memastikan guru mampu menjalankan amanah tersebut.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia,” kutipnya dari Nelson Mandela, “dan guru adalah pejuang yang memegang senjata itu dengan penuh tanggung jawab.” (Tk12).
Oleh: Dr. Markus Maluku, S.Fil., M.Pd.




