TERASKALTARA.ID, MALINAU – Festival Irau Malinau ke-11 bukan hanya menjadi ajang hiburan dan pertunjukan budaya, tetapi juga menjadi ruang penting bagi kelompok perajin, terutama perempuan perajin lokal, untuk menampilkan hasil karya mereka.
Dengan keterampilan turun-temurun, para perajin menghadirkan beragam produk kerajinan tradisional yang siap dipasarkan kepada pengunjung. Salah satunya adalah Marsiti Merang, perajin asal Bahau Hulu, yang mengungkapkan bahwa kemampuan menganyam diwarisinya dari orang tua.
“Anyaman harus teliti. Dari memilih bambu, membelah, hingga membentuk menjadi produk jadi, semua dilakukan secara manual,” jelasnya.
Produk yang dibawa ke arena Irau pun sangat beragam—mulai dari tas, topi, gelang, hingga saung dengan motif khas Dayak. Setiap motif memiliki makna budaya yang dalam, mencerminkan alam dan kehidupan masyarakat Malinau.
Perajin lainnya, Ubung Anem, mengatakan bahwa momen Irau menjadi peluang besar untuk meningkatkan penjualan, yang hasilnya sangat berarti bagi kehidupan keluarga mereka.
“Kalau ada Irau, kami bisa menjual lebih banyak. Itu sangat membantu untuk kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anak-anak,” ujarnya.
Lapangan utama acara dipenuhi ratusan lapak UMKM yang menampilkan produk kerajinan, kuliner, hingga hasil pertanian lokal. Ini menunjukkan kekayaan kreativitas masyarakat Malinau yang terpelihara hingga kini.
Kehadiran para perempuan perajin dalam festival ini tidak hanya menunjukkan ketangguhan mereka dalam berkarya, tetapi juga semangat mereka dalam melestarikan warisan budaya. Kerajinan tangan menjadi ruang pewarisan nilai dan tradisi kepada generasi muda.
Bagi masyarakat Malinau, Irau bukan sekadar pesta budaya tahunan. Lebih dari itu, ia menjadi wadah mempertemukan identitas budaya dengan peluang ekonomi yang menghidupi banyak keluarga.(*)






