Simpul Pikiran Generasi Kaltara dalam Surat Bintang Sirius

Teraskaltara. Id
Buku kumpulan surat untuk Gubernur Kaltara

Ini merupakan seri pertama “Ngopi”, sebuah rubrik yang dikuratori khusus memberi ruang kru redaksi TerasKaltara.id secara bergiliran curhat dan menyampaikan unek-uneknya -#-

Edisi curhat kali ini, kita akan mendiskusikan sebuah buku atau lebih tepat disebut antologi. Kumpulan karangan siswa-siswi di Kaltara, hasil sayembara mengarang Surat untuk Gubernur dan Wagub Kaltara. Dibukukan lewat buku bertajuk “Surat Bintang Sirius”.

*

Buku ini gratisan

Ya. buku ini gratisan.

Saya mendapatkan satu salinan saat launching buku di Tanjung Selor baru-baru ini.
Mungkin, nasib antologi setebal 415 halaman ini akan berakhir sama seperti bacaan lainnya.

Jadi pengganjal pintu, alas laptop atau hiasan lemari buku. Sebab, akui saja, minat baca di Kaltara meredup. Bacaan digantikan sorak-sorai anak muda yang doyan gim onlen.

Terus terang, beberapa karangan yang disimpun dalam buku ini memang terkesan biasa. Mungkin karena buku gratisan; karena berisi keluh kesah anak-anak, atau karena berisi celoteh yang akrab di kuping masyarakat Kaltara.

Tapi, membaca karangan “bocah-bocah” di antologi ini, saya berbesar hati. Banyak calon-calon penulis berbakat di Kaltara. Atau setidaknya, banyak calon pemikir yang bisa jadi kawan ngopi, sambil diskusi.

Tapi jangan salah, meskipun ditulis oleh anak sekolah, yang notabenenya masih remaja. Cukup banyak karangan menarik perhatian, malah luar biasa menarik.

Saya tertarik untuk mengulas beberapa karangan pilihan dalam sebuah tulisan tersendiri. Pembahasan kali ini hanya berisi reminder atau pengingat, Kaltara punya banyak orang-orang cerdas.

Teraskaltara. Id
Buku kumpulan karangan surat untuk gubernur dan wagub kaltara

Erah dan Budaya Patriarki Kaltara

Membaca total 413 judul, karangan milik adik Erah Paserah, gadis asal Tulin Onsoi Nunukan adalah yang paling memikat hati. Namanya mengingatkan saya dengan Artis kondang era 90an asal Malaysia.

Tapi bukan karena namanya, melainkan tulisannya yang kritis membuat saya berkali-kali senyum-senyam. Wajarlah, panitia sayembara menjadikan Adik Erah sebagai pemenang sayembara menulis surat untuk Gubernur dan Wagub Kaltara.

Ada kesan berontak dalam karangan milik Erah. Tulisan milik gadis di pedalaman Kaltara ini mungkin saja lahir dari amarah, pemberontakan seorang perempuan terhadap budaya patriarki yang mengakar di Kaltara.

Erah menggambarkan pendapat tentang sistem sosial yang masih kental di daerahnya. Tentang kontruksi masyarakat terkait hak-hak perempuan, utamanya bagi gadis seusianya. Gadis susia Erah dan teman sebayanya kerap tak punya kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi.

Disebabkan budaya “tunang” atau disebut Erah dalam karangannya sebagai Agiwan. Gadis-gadis sebayanya harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Karangannya kritis, tajam dan dibedah tak hanya dari sudut pandang budaya, lebih dari itu juga dengan pertimbangan keadaan sosial ekonomi rerata warga di pedalaman.

Erah tak mengutuk budaya, melainkan memberi solusi agar perempuan, utamanya gadis-gadis seusianya diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Tunangan, Agiwan atau hal-hal sejenisnya tetap bisa disusul jika anak gadis telah akil baliq.

Bagi yang punya buku ini, silahkan membaca ulasan lengkapnya di halaman 119. Bagi yang tidak punya, di lain kesempatan akan saya sajikan ulasan membedah karangan gadis asal Nunukan ini.

Kumpulan surat gubernur kaltara teraskaltara. Id

Infrastruktur, Pendidikan dan Program Gincu

Membedah satu per satu karangan membuat saya merasa muda. Berkali-kali saya menemukan tulisan yang telanjang, apa adanya. Menggambarkan semangat kritis, jiwa muda yang meletup-letup menentang tunduk pada penguasa, cie.

Harusnya, karangan ini dibaca oleh Gubernur dan Wagub serta seluruh pejabat teras di Kaltara. Memang, tulisannya mungkin terkesan seperti rengekan bocah-bocah. Tapi, jiwa mereka masih polos, belum tendensius atau tercemar slot bagi-bagi proyek dan kursi lelang jabatan.

Banyak diantaranya berceloteh tentang infrastruktur, infrastruktur dan infrastruktur. Juga mengenai pendidikan, pendidikan dan pendidikan. Dua hal ini bisa saya sebut mengisi 90 persen pokok pikiran di buku ini. Seragam namun kendalanya berbeda.

Termasuk sejumlah program yang tak kunjung terealisasi. Bolehlah saya sebut sebagai “Program Gincu”. Konsepnya cantik, tapi menguras duit. Kas negara habis, tapi tak lebih seperti kosmetik, cantik tapi nihil.

Sebut saja pembangunan sekolah, janji jaringan menjangkau sampai pelosok hingga akses pendidikan tinggi merata tak pandang bulu. Pemimpin silih berganti, tapi pembangunan melamban. Gincunya sama, hanya warna yang berbeda.

*

Sesekali dengarkanlah pendapat adik-adik kita. Bagaimana? Dengan membacanya.

Mereka punya beberapa pandangan yang luar biasa bagi remaja dan anak-anak seusianya. Tak elok menyepelekan buah pikiran seseorang, hanya karena usianya jauh masih muda, bocah-bocah atau anak ingusan.

Akhir celoteh. Bagi saya, karangan adik-adik dalam buku ini merupakan sebuah gambaran Kaltara 5 sampai 10 tahun mendatang. Banyak pendapat bernas, argumentasi gemuk dan berisi.

Tapi, membaca ini, disaat yang sama saya khawatir. Gamblangnya, ada sinyal-sinyal pesimistik bahkan mungkin ogah peduli terhadap kemajuan daerah.

Moga-moga, karangan adiks-adiks dibaca dan sampai kepada tujuan surat-surat tersebut dialamatkan.

Bacaan Lainnya

-#-

 

Salam dari bilik redaksi TerasKaltara.id
-#- Oleh : tukangtuangkopi

Buku kumpulan surat gubernur kaltara teraskaltara. Id
Buku kumpulan surat untuk gubernur kaltara dan wagub kaltara

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *