TARAKAN, TerasKaltara.id – Upaya RSUD dr. H. Jusuf SK untuk memenuhi kriteria dari BPJS Kesehatan agar layanan kemoterapi bagi pasien BPJS bisa kembali mendapatkan perawatan, terus dilakukan. Termasuk solusi untuk mengupayakan bisa tetap melayani pasien kemoterapi yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Direktur RSUD dr. H. Jusuf SK, dr. Budy Aziz B. Sp. PK mengungkapkan pihaknya berharap pasien BPJS yang mendapatkan layanan kemoterapi kembali tidak berbayar. Dalam pembahasan bersama DPRD Provinsi Kaltara dan BPJS Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara, pada Senin (12/8/2024) juga segera diupayakan pemberian bantuan melalui subsidi.
“Mungkin sambil menunggu kita mencari tenaga spesialis baru dan sesuai kompetensinya. Subsidi ini semoga bisa menjadi solusi bagi pelayanan di rumah sakit, terutama untuk pasien BPJS yang harus kemoterapi,” ujarnya.
Diakuinya, untuk merujuk pasien BPJS mendapatkan layanan kemoterapi keluar kota tidak semuanya mampu membiayai akomodasi dan transportasi. Biaya inilah yang kemudian diupayakan untuk mendapatkan subsidi melalui APBD Perubahan Tahun 2024.
Perhitungan subsidi yang diberikan juga memiliki keterbatasan, rujukan hanya bisa dilakukan ke rumah sakit yang ada di Kaltim, Samarinda dan Balikpapan.
“Tapi masalahnya Balikpapan dan Samarinda ini sanggup tidak. Disana juga kan pasien banyak, tidak mungkin pasien datang langsung di kemoterapi, harus antri dulu. Jadwal kemoterapi itu padat dan harus disesuaikan juga,” ungkapnya
Pekan depan dijadwalkan pihaknya akan ke Balikpapan dan Samarinda termasuk ke UGM sebagai rumah sakit pengampuh untuk pelayanan kanker dari Kementerian Kesehatan.
Sedangkan terkait dokter yang mangkir dari kedinasannya di RSUD dr. H Jusuf SK padahal sudah dibiayai spesialisnya, dr. Budy menegaskan meski masih berstatus pegawai negeri, ada aturan di sistem kepegawaian yang mengatur mulai dari surat teguran hingga pemberhentian secara tidak hormat. Selanjutnya akan diambil tindakan sanksi, dengan regulasi yang ada.
“Kami sudah menyurati juga untuk kembali mengabdi ke Kaltara. Kalau tidak dipenuhi akan disurati lagi, sampai tiga kali. Kalau sekarang sudah surat kedua. Sampai saat ini komunikasi lewat telepon sudah dilakukan, tapi beliau jawab belum bisa dan ya hanya bisa sebulan sekali di 3 hari,” ungkapnya.
Info pencabutan status spesialis Onkologinya juga diakui masih belum valid, hanya diketahui dari pembicaraan dan belum ada surat resmi. Sedangkan kemungkinan pemberhentian, pihaknya masih berpikir panjang karena masih kekurangan SDM untuk bedah Onkologi, terutama di Indonesia. Ada aturan yang mengatur status pegawai negeri.
“Bukan dicabut, tapi dipending. Karena tidak melaksanakan tugas. Infonya baru secara lisan, belum secara surat,” tandasnya.
Selain itu, ia menjawab pernyataan penanganan medis Onkologi yang dilakukan oleh perawat menurutnya sudah sesuai aturan. Satu dokter yang ada tidak memungkinkan menangani jumlah pasien yang mencapai puluhan orang.
“Tidak mungkin satu dokter menyuntik semua pasien yang jumlahnya sampai 60 an orang. Ada yang namanya mandat diberikan oleh dokter untuk dilakukan perawat, itu bisa dan sesuai kompetensinya. Perawat yang melakukan tindakan itu perawat yang sudah terlatih untuk kemoterapi, ada 5 orang perawat yang sudah dilatih dengan pengawasan dokter dan supervisi oleh dokter Onkologi,” tegasnya. (**/saf)