TARAKAN, TerasKaltara.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap terdakwa Edi Guntur, Mendila, dan Afrilla terkait kasus pembunuhan Arya Gading di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (21/8/2023).
JPU, Komang Noprizal mengatakan, terdapat perbedaan Pasal dan masa hukuman terhadap masing-masing terdakwa. Perbedaan tersebut disesuaikan dengan peran masing-masing terdakwa.
“Jaksa menuntut terhadap kedua terdakwa yakni Edi Guntur dan Mendila seumur hidup. Kemudian untuk terdakwa Afrilla, Jaksa menuntut 14 tahun penjara,” kata Komang kepada awak media, ditemui usai pembacaan tuntutan.
Pasal yang terbukti dalam persidangan ini, sambung Komang, terhadap terdakwa Edi Guntur dan Mendila telah melakukan tindak pidana Pasal 340 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KHUP dakwaan primer. Kemudian untuk terdakwa Afrilla yakni dakwaan subsider pasal 340 KHUP junto pasal 56 ayat 1 KUHP tentang membantu tindak pidana.
“Kronologis berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan, bahwa terdakwa Edi Guntur awalnya memang mempunyai dendam dengan korban terkait istri terdakwa sering digoda oleh korban,” kata JPU, Komang Noprizal kepada awak media.
Kendati demikian, JPU menilai hal tersebut tidak dapat dibuktikan oleh terdakwa Edi Guntur dalam proses persidangan. Terdakwa juga tidak bisa menghadirkan saksi yang meringankan.
“Selain mempunyai dendam, terdakwa Edi Guntur juga membutuhkan uang senilai Rp20 juta, menggantikan uang orang tuanya yang sudah digunakan untuk kebutuhan pribadi. Selanjutnya terdakwa pun merencanakan untuk merampok dan sekaligus membunuh seluruh keluarga yang ada di kediaman korban, termasuk adiknya, kemudian ibu korban,” ucap Komang.
Pihaknya berkesimpulan perbuatan terdakwa dari awal sudah ada perencanaan. Namun, perampokan dan pembunuhan tersebut diurungkan karena terdakwa Mendila tahu niatnya bukan hanya merampok.
“Jadi terdakwa Mendila mengurungkan niatnya tersebut. Tak berhenti disitu, terdakwa Edi Guntur menyusun skenario untuk melakukan penculikan dan menceritakan kepada terdakwa Afrilla. Edi Guntur juga sudah menyiapkan badik miliknya, kemudian bersama Afrilla menuju lokasi usaha kandang ayam miliki orang tua Edi Guntur yang berdekatan juga dengan korban,” bebernya.
Dalam fakta persidangan terungkap, korban disekap, diikat di kursi, selanjutnya terdakwa Afrilla yang bertugas mengikat korban di kursi, pergi membeli tali. Terdakwa Edi Guntur yang kemudian menghubungi Mendila untuk datang ke lokasi penyekapan.
“Di sana niat terdakwa Edi Guntur dan Mendila membuat rekaman video untuk meminta tebusan senilai Rp200 juta. Namun ketika video sudah jadi, kedua terdakwa yang melihat korban sekarat menyepakati untuk menghabisi korban,” ungkap Komang.
Komang menjelaskan, pada saat itu ada jeda waktu yang harusnya menjadi pertimbangan akibat yang ditimbulkan dari menghilangkan nyawa korban. Tetapi kedua terdakwa justru menjerat leher korban dengan kabel yang ada di kandang ayam miliki orang tua korban hingga meninggal dunia.
“Melilitkannya, kemudian kedua terdakwa menarik sekencang-kencangnya. Terdakwa Edi pun seketika itu langsung menusuk dada korban sehingga korban meninggal dunia dan menguburkannya di seberang dari kadang ayam milik korban yaitu di kebun nanas,” ujarnya lagi.
Sementara Afrilla, berdasarkan bukti di persidangan tidak ada niat dan membantu menghilangkan nyawa dari korban. Namun perbuatan menghilangkan nyawa Arya terlaksana atas bantuan dari Afrilla.
“Ini sesuai dengan pertimbangan. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pimpinan, karena perkara ini dari proses pra penuntutan sampai tuntutan dan persidangan kami laporkan secara berjenjang. Kenapa sedikit lama karena kami berkoordinasi sampai tingkat Kejaksaan Agung,” tegasnya. (ryf)