KPU Evaluasi Partisipasi Pemilih Pilkada Menurun, Akademisi Sebut Intervensi dan Peran Parpol

Img 20241204 wa0095 teraskaltara. Id
Proses pemungutan suara di salah satu TPS yang ada di Kabupaten Malinau, pada Pilkada 27 November lalu.

TANJUNG SELOR, TerasKaltara.id – Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024, mengalami penurunan dibandingkan Pilkada Kaltara Tahun 2020 lalu. Hal ini dipastikan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltara menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat provinsi dalam Pilkada 2024, Minggu (8/12/2024).

Ketua KPU Kaltara, Hariyadi menuturkan KPU juga mencatat partisipasi pemilih di Pilkada Kaltara 2024 sebesar 68,05 persen. Diakuinya, angka ini mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan partisipasi pemilih dalam Pilkada Kaltara 2020 lalu yang mencapai 74 persen lebih.

Bahkan dibandingkan dengan partisipasi pemilih di Pemilu 2024 Februari lalu yang berkisar 81 persen, penurunannya di Pilkada ini juga cukup jauh.

“Secara general ada beberapa faktor menjadi penyebab turunnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 ini. Kalau menurut kacamata dari pengamat, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang dinilai terlalu berdekatan, sehingga membuat masyarakat sedikit mengalami kejenuhan,” ujarnya.

Sementara jika dibandingkan dengan Pemilu, dia menjelaskan dalam perhelatan di Pemilu aktor-aktor yang terlibat cukup banyak. Termasuk juga jumlah calon yang lebih banyak serta tim sukses dan relawan dari calon juga pasti lebih banyak jika dibandingkan dengan Pilkada.

Menurutnya, sejumlah faktor tersebut bisa mempengaruhi partisipasi pemilih. Terlebih, partisipasi tidak hanya ditunjang oleh penyelenggara, tetapi juga ada faktor-faktor yang lain.

“Kami akan melakukan evaluasi program, dengan melihat apakah kreatifitas program yang telah disusun memberikan efektif atau tidak terhadap partisipasi pemilih. Itu nanti akan kami evaluasi dan mencari data pembanding,” tuturnya.

Ia tambahkan, pihaknya akan melakukan penelitian terkait dengan itu. Selanjutnya akan dipublikasikan, apakah program yang sudah direncanakan memiliki dampak atau tidak sama sekali berdampak pada partisipasi pemilih.

“Nanti akan menjadi bahan untuk kami susun terkait dengan pilkada di masa yang akan datang,” jelasnya.

Terpisah, Akademisi sekaligus dosen Fakultas Sosial Politik (Sospol) Universitas Kaltara, Jimmy Nasroen MA menyebutkan ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab menurunnya tingkat partisipatif pemilih dalam Pilkada 2024.

Diantaranya, peran partai politik (parpol) pengusung dari pasangan calon (Paslon) yang dinilainya tidak berjalan maksimal. Ditambah lagi minimnya pendanaan juga menjadi akibat Parpol pengusung tidak maksimal elakukan sosialisasi terhadap pasangan calon yang di usungnya.

“Kalau parpol kan ada beberapa alasan kenapa mereka tidak punya partisipatif yang aktif. yah mungkin komunikasi pendanaan yang kurang terhadap paslon mereka. Komunikasi yang kurang efektif dari parpol ini untuk bagaimana menarik peserta pemilih untuk datang ke TPS. Karena seharusnya tidak bisa hindari persoalan pendanaan untuk melakukan sosialisasi ke lapangan itu juga sangat penting,” ungkapnya.

Selanjutnya, intervensi dari partai di tingkat DPP atau pusat pun diakuinya menjadi salah satu penyebab. Ia menilai parpol di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota di Kaltara, merasa tidak dilibatkan dengan adanya kesepakatan dukungan parpol dengan pasangan calon yang akan di usung.

“Adanya transaksi antara pasangan calon dengan partai pengusung di tingkat DPP atau pusat, namun tidak menyentuh pada pengurus partai di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota. Kan persoalan Pilkada ini kan transaksinya di tingkat pusat,” tandasnya.

Selainitu, yang menjadi kendala dan menjadi pengalaman dari tahun ke tahun di provinsi maupun di kabupaten kota itu agak kurang bergerak, lantaran deal dukungan ke paslon ada di pusat.

“Dan mereka jujur saja, mereka tidak dapat apa-apa. Makanya kita sarankan agar ada regulasi di internal partai pengusung untuk menyerahkan sepenuhnya arah dukungan masing-masing kepala daerah diserahkan kepada partai di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota,” tuturnya lagi.

Sehingga adanya kesepakatan politik antara calon yang di usung dan partai pengusung akan tersentuh langsung pada tingkat daerah. Misalnya ada ada regulasi di internal, setiap partai untuk melakukan sesuatu perubahan.

“Supaya pemutusan kepala daerah itu, di daerah bisa punya kewenangan besar untuk menentukan pasangan yang dia dukung. Harapan saya, kewenangan teman-teman partai politik di daerah itu harus diberikan,” imbuhnya. (*)

 

Pos terkait