TERASKALTARA.ID, TARAKAN – Skandal penyimpangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu bank BUMN di Kota Tarakan akhirnya menemui titik terang.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan resmi menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,195 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan karena memanfaatkan program pemerintah untuk pelaku usaha kecil sebagai ladang penyalahgunaan dana melalui rekayasa data dan pengajuan kredit fiktif.
Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Deddy Yuliansyah Rasyid, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa penetapan ketiga tersangka dilakukan pada 24 Oktober 2025 setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang kuat.
Ketiganya masing-masing berinisial E.N., pegawai bank BUMN selaku mantri; S., agen pencari nasabah; serta M., aparatur sipil negara (ASN) di salah satu dinas di Tarakan.
“Hari ini, Senin 3 November 2025, ketiga tersangka telah diperiksa sebagai tersangka dan dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. Mereka dititipkan di Lapas Kelas IIA Tarakan,” ujar Deddy kepada awak media.
Menurut hasil penyidikan, kasus ini terjadi pada periode 2022–2023. E.N. dan S. diduga bersekongkol untuk merekayasa proses pengajuan KUR dengan melibatkan M. sebagai penyedia data administrasi fiktif.
Mereka mengatur pengajuan kredit bagi 43 calon debitur, namun sebagian besar data yang digunakan dipalsukan mulai dari nama, alamat, hingga status perkawinan agar seolah memenuhi syarat penerimaan kredit.
Kepala Kejari menjelaskan, modus operandi para tersangka dikenal dengan istilah “topengan” dan “tempilan”, di mana dana kredit yang seharusnya diterima debitur justru dialihkan dan dikuasai sendiri oleh para pelaku.
“Dana hasil pencairan tidak digunakan oleh nama-nama debitur yang tercatat, tetapi dikendalikan oleh tersangka S. dan E.N. untuk kepentingan pribadi,” tegas Deddy.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Utara menunjukkan kerugian negara mencapai Rp2,195 miliar.
Kejari Tarakan pun menyebut kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tetapi bentuk penyalahgunaan kepercayaan publik terhadap program KUR yang sejatinya ditujukan membantu pelaku usaha kecil dan menengah.
Sejauh ini, penyidik Kejari Tarakan telah memeriksa 88 saksi dan satu orang ahli untuk memperkuat alat bukti.
Deddy menegaskan, penyidik masih membuka peluang adanya tersangka baru jika ditemukan keterlibatan pihak lain.
“Kami masih mendalami kemungkinan adanya aktor lain, termasuk pihak-pihak yang mungkin mengetahui atau turut menikmati hasil penyimpangan,” ungkapnya.
Selain itu, Kejari juga akan berkoordinasi dengan pihak bank BUMN terkait untuk memperkuat sistem pengawasan internal, agar penyalahgunaan dana program KUR tidak kembali terjadi.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar tidak mempermainkan program bantuan keuangan pemerintah.
Program KUR yang seharusnya menjadi instrumen pemulihan ekonomi justru disalahgunakan oleh oknum yang menodai kepercayaan publik.
“Kami akan memastikan proses hukum berjalan tuntas dan transparan. Tidak ada toleransi bagi penyimpangan dana publik,” tegas Deddy menutup keterangan persnya.(*)






