TARAKAN, TerasKaltara.id – Usai menjalani hukuman sepertiga dari vonis 3 tahun penjara atas kasus ilegal mining, Hasbudi diketahui sudah mulai mendapatkan bebas bersyarat sejak 11 Agustus lalu. Vonis Majelis Hakim, 3 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan ini dibacakan pada Oktober lalu di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor Kelas I-B.
Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Tarakan, Yuda Setiawan mengatakan, setelah mendapatkan status Pembebasan Bersyarat (PB), Hasbudi tetap harus melakukan wajib lapor di ke PK Bapas Tarakan.
“Sejak PB, Hasbudi sudah 2 kali wajib lapor. Kami akan tetap melakukan pengawasan sesuai prosedur PB terhadap mantan narapidana. Wajib lapornya sudah dilakukan tanggal 19 Agustus dan tadi hari ini 30 Agustus melalui telpon. Sekarang kan sudah dimungkinkan melalui telpon. Bisa tidak bertemu langsung,” jelas Yuda, Jumat (30/8/2024).
Sesuai aturan PB, ketentuan wajib lapor Hasbudi tidak mesti dilakukan seminggu sekali. Tetapi bisa sampai sebulan sekali, dengan mempertimbangkan bagaimana perlakuan baik Hasbudi selama menjalankan PB. Selain itu, PK juga akan melakukan kunjungan ke rumah Hasbudi untuk dan bertemu langsung dalam beberapa waktu.
Setelah keluar dari Lapas dan berstatus PB, maka akan diberikan jangka waktu untuk uji coba, lain halnya dengan bebas murni yang tidak perlu dilakukan pengawasan.
“Kalau berdasarkan aturan dari PB itu, biasanya 1 tahunan pertama untuk wajib lapornya. Terus di awal-awal bisa seminggu sekali dan kalau bagus bisa 2 minggu sekali dan kalau ada peningkatan lagi, bisa juga 1 bulan sekali. Jadi tergantung dari kelakuan baik dari narapidana itu sendiri,” ungkapnya.
Sejak kasusnya ini bergulir di Pengadilan Negeri Tanjung Selor, Hasbudi sempat dilakukan penahanan di Polda Kaltara. Kemudian vonis dan dipindahkan ke Lapas Tarakan. Namun, berselang beberapa lama, ia dipindah ke Lapas Bontang dan baru kembali ke Tarakan menjelang PB yang diajukannya disetujui Kemetrian Hukum HAM melalui Ditjen Pemasyarakatan.
“Waktu di Lapas Bontang, Hasbudi mengajukan PB ke Ditjen Pemasyarakatan, lalu proses pembebasannya dilakukan di Lapas Kelas IIA Tarakan. Pas dia pindah kebetulan turun SK PBnya, baru pembebasannya di sini,” bebernya.
Sebelum PB ini direalisasikan, biasanya Lapas akan memastikan narapidana tersebut tidak tersangkut tindak pidana lain selama sebagai warga binaan. Setelah clear, baru dilanjutkan menyelesaikan proses PB.
“Selama masa wajib lapor kami tidak membatasi, kalau mau bepergian keluar kota ya diizinkan, dengan catatan harus melakukan izin terlebih dahulu,” tuturnya.
Sepengetahuannya, atas informasi yang disampaikan Hasbudi via telepon, saat ini ditegaskan Yuda, Hasbudi berada di Makassar. Namun untuk izinnya disampaikan secara lisan. Namun, ia sudah mewanti-wanti Hasbudi agar selanjutnya wajib mengirimkan izin tertulis dulu sebelum keluar kota.
“Sebenarnya bisa izin lisan, rata-rata banyak juga yang izin secara lisan. Kalau Hasbudi ini kemarin sudah di Makassar baru dia izin lisan, tapi karena yang bersangkutan tidak tahu karena baru keluar, ya masih di maklumi. Tapi, kami sampaikan selanjutnya harus tertulis,” tegasnya.
Meski sudah keluar dari Lapas, status PB terancam dicabut apabila sampai 3 kali tidak wajib lapor atau ternyata melakukan tindak pidana lagi hingga meresahkan masyarakat. Jika ada laporan dan terbukti, pihaknya akan melakukan usulan ke Ditjen Pemasyarakatan untuk pencabutan PB mantan narapidana tersebut.
Hingga saat ini, Bapas Tarakan juga banyak melakukan usulan pencabutan PB. Rata-rata merupakan narapidana kasus narkotika kemudian pencurian.
“Hasbudi ini sudah menjalankan wajib lapornya, jadi secara aturan sudah menjalankan kewajibannya,” tegas Yuda.
Untuk diketahui, selain pengungkapan kasus tambang emas ilegal atau ilegal mining milik Hasbudi yang berlokasi di Sekatak, Kabupaten Bulungan pada Tahun 2022 lalu, di tahun yang sama Ditreskrimsus Polda Kaltara juga mengembangkan penyidikan hingga didapati dugaan tindak pidana Hasbudi lainnya berupa bisnis pakaian bekas ilegal.
Hasbudi yang merupakan mantan Polri ini kemudian dijerat dengan Undang undang Perdagangan maupun Undang undang Perlindungan Kosumen terkait penjualan pakaian bekasnya, kemudian junto pasal dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau menyamarkan hasil kejahatan. (saf)