MALINAU, TerasKaltara.id – Kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi, menjadi perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Sosial (DP3AS) Malinau. Hal ini disampaikan dalam paparan di Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi 1 DPRD Malinau, Selasa (21/1/2025).
Dari gambaran kasus yang disampaikan dalam RDP ini, diketahui adanya kasus berulang setiap tahun, dan trennya meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian serupa terulang, dan terjadi tanpa adanya upaya penanganan serius.
Diketahui, Tahun 2022, ada 18 korban kekerasan anak dan perempuan. Meningkat pada tahun 2023 menjadi 25 korban. Dan terus naik pada tahun 2024 menjadi 26 korban.
“Kondisi saat ini membuat miris. Sehingga dengan tingginya laporan kekerasan anak dan perempuan setiap tahun, kami dari komisi yang membidangi Kesehatan dan Pendidikan DPRD Malinau memanggil dinas terkait,” ujar Ketua Komisi 1 DPRD Malinau, Dolvina Damus.
Ia mengungkapkan, berdasarkan dari data DP3AS, kasus kekerasan anak dan perempuan terus bertambah dari tahun ke tahun. Pihaknya pun menyayangkan dari banyaknya kasus yang berulang setiap tahun, korban seringkali luput dari pengawalan dan pendampingan.
Seharusnya, dengan angka peningkatan kasus dan pengulangan kejadian serupa bisa membuka mata pemerintah termasuk komunitas dan masyarakat terkait gentingnya kondisi saat ini.
“Baru-baru ini terjadi di sekolah, dan mirisnya korban seringkali luput dari pendampingan. Makanya, melalui RDP, DP3AS kami minta untuk memaparkan korban kekerasan anak dan perempuan di Malinau. Ternyata meningkat signifikan dalam 3 tahun terakhir,” ungkapnya.
Pihaknya pun memandang citra negatif tersebut sebagai hal yang sangat serius. Seperti bagaimana kondisi korban, pendampingan, dan pencegahan.
“Kami komitmen mengawal ini sehingga perlindungan penuh untuk anak dan perempuan di Malinau,” tegasnya.
Kondisi ini menuai sorotan terutama karena Malinau digaungkan sebagai Kabupaten Layak Anak atau KLA. Terkebih lagi, ternyata kondisi tersebut tidak dibarengi dengan upaya serius.
“Perlindungan terhadap korban anak dan perempuan akibat kasus kekerasan juga minim. Kami miris melihat kondisi ini. Kami menerima laporan dari korban yang tak didampingi. Kita harusnya melindungi korban yang berani speak up. Seperti kasus di SMK kemarin,” katanya. (*)