JAKARTA, TerasKaltara.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menargetkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Mei 2024 mencapai 40 persen.
“Kekuatan dari daerah itu adalah dari APBD, kita melakukan intervensi. APBD diharapkan pendapatannya, pendapatan itu di bulan April-Mei sudah mencapai target, paling tidak sudah mencapai di angka 40 persen, 30-40 persen pendapatannya, baik dari pusat maupun dari PAD (Pendapatan Asli Daerah),” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Untuk itu, dia mendorong pemerintah daerah (Pemda) agar mempercepat realisasi APBD. Sebab, berdasarkan data yang dimilikinya, realisasi pendapatan APBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota per 30 April 2024 lebih rendah dibanding tahun lalu.
Jika tahun 2023 pada periode yang sama mencapai angka 23 persen, sekarang turun menjadi 21 persen. Padahal, situasi politik sudah lebih stabil dan situasi ekonomi juga membaik.
Menurutnya, realisasi APBD memiliki pengaruh besar terhadap tingkat inflasi. Daerah yang kurang optimal merealisasikan APBD cenderung mengalami inflasi yang tinggi.
Kemendagri pun meminta Pemda untuk serius membahas persoalan tersebut secara internal.
“Tolonglah untuk daerah-daerah, rekan-rekan masalah APBD ini dirapatkan khusus internal, karena sangat berpengaruh sekali lagi (terhadap) belanjanya. Pendapatan tinggi, uang punya, bisa melakukan intervensi. Belanjanya tinggi, uang beredar di masyarakat, swasta akan hidup dan itu akan sangat membantu untuk menekan inflasi,” jelasnya.
Di sisi lain, sambung Tito, belanja pemerintah memiliki dua fungsi utama. Pertama, meningkatkan peredaran uang di masyarakat, sehingga daya beli menguat dan konsumsi rumah tangga pun ikut terkerek.
“Konsumsi rumah tangga merupakan kontributor nomor satu untuk membangun atau membuat angka economic growth, pertumbuhan ekonomi. Kalau konsumsi masyarakat rendah, maka pertumbuhan ekonominya akan rendah,” ujar Tito.
Fungsi kedua, belanja pemerintah dapat mendorong pertumbuhan dan menstimulasi kebangkitan sektor swasta. Ketika belanja di daerah rendah, maka kemungkinan besar sektor swasta akan kolaps, apalagi di daerah-daerah yang PAD-nya mengandalkan transfer dari pemerintah pusat.
Meski demikian, dalam realisasi belanja pun perlu mempertimbangkan pendapatan. “Belanjanya kita harapkan juga tidak jauh dari pendapatan,” pungkasnya. (Antara)