JAKARTA, Teraskaltara.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, turun tangan langsung mendampingi keluarga korban kekerasan seksual terhadap anak berusia dua tahun yang sedang menjadi sorotan publik. Kasus ini viral setelah akun Instagram @korbanorangbiadab mengunggah pernyataan ibu korban, seorang balita perempuan di Balikpapan Utara, Kalimantan Timur, yang diduga menjadi korban pelecehan seksual.
Ibu korban memposting luka berupa ruam merah di area mulut anaknya. Dalam video yang diunggah, korban terlihat merintih kesakitan sambil memegangi alat kelaminnya. Diduga, pelaku adalah pemilik kos tempat korban tinggal. Kasus ini menyoroti pentingnya langkah serius untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi korban serta keluarganya.
“Kami sudah lama merencanakan untuk menemui dan mendampingi keluarga korban secara langsung. Negara hadir untuk membantu menyelesaikan persoalan seperti ini. Fokus kami tidak hanya pada kasus hukumnya, tetapi juga pada pendampingan psikologis keluarga, khususnya ibunya, yang tentu sangat terpukul,” ujar Menteri Arifah Fauzi dalam pernyataan resminya.
Menurutnya, ibu korban saat ini mengalami tekanan psikologis yang berat dan masih sulit menerima kenyataan bahwa putrinya menjadi korban kekerasan seksual. “Namanya seorang ibu, tentu ia ingin agar pelakunya segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Namun, kita harus memahami bahwa penegak hukum membutuhkan waktu untuk melakukan penyelidikan secara hati-hati, agar tidak terjadi kesalahan dalam proses hukum,” tambah Arifah.
Proses pendampingan, kata Menteri PPPA, bertujuan untuk memastikan ibu korban tetap mendapatkan dukungan, baik secara psikologis maupun emosional, di tengah tekanan yang ia alami. “Kami memastikan keluarga korban tidak merasa sendiri. Pemerintah hadir mendampingi hingga kasus ini selesai,” tegasnya.
Arifah juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses penegakan hukum agar tidak terjadi kekeliruan. “Kami memahami keinginan ibu korban agar pelaku segera diproses, tetapi kita juga harus menyerahkan ini kepada pihak berwenang, karena mereka memiliki prosedur yang harus dipatuhi untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan dengan tepat dan adil,” jelasnya.
Dari sisi korban, Menteri Arifah menjelaskan bahwa kondisi fisik anak masih perlu mendapatkan perhatian, terutama karena ia masih merasa tidak nyaman saat buang air kecil. “Sementara itu, ibu korban dalam kondisi psikologis yang tidak baik-baik saja. Kami fokus pada pendampingan agar ia tetap kuat melalui proses panjang ini,” ujarnya.
Menteri Arifah Fauzi menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat penting dalam menyelesaikan kasus ini. “Kami akan terus mendukung upaya penyelesaian kasus ini, baik dari sisi penegakan hukum maupun perlindungan psikologis keluarga. Negara tidak akan meninggalkan korban dan keluarganya sendirian,” tegasnya.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan langkah nyata dalam melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan, serta memastikan keadilan bagi korban. (*)