JAKARTA, TerasKaltara.id – Digitalisasi menjadi salah satu penggerak utama dalam ekonomi dan keuangan masa kini dan masa depan sehingga pemerintah terus berupaya mengoptimalkan pemanfaatan digitalisasi dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Republik Indonesia (RI).
Digitalisasi beserta teknologi dan inovasinya ketika digunakan dalam sistem ekonomi dan keuangan, termasuk sistem pembayaran, akan menjadi mesin atau engine yang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif, berkelanjutan serta maju bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan negara.
Dalam konteks ini, Bank Indonesia (BI) terus memperbaharui, menyempurnakan dan memperluas digitalisasi sistem pembayaran melalui penyusunan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.
Setelah meluncurkan BSPI 2019-2025, BI kembali menghadirkan BSPI untuk lima tahun ke depan, yakni BSPI 2025-2030, yang bertujuan mengakselerasi ekonomi digital nasional untuk generasi mendatang.
Pada lima tahun terakhir, berbagai hasil positif dari implementasi BSPI 2025 telah diraih melalui inisiatif SNAP, QRIS, BI-FAST, Elektronifikasi, dan reformasi regulasi yang bahkan telah jauh merambah hingga konektivitas antarnegara.
BI telah memperluas kerja sama QRIS antarnegara hingga ke delapan negara yakni Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Uni Emirat Arab dan India. Ke depan BI akan terus memperluas jangkauan kerja sama QRIS dengan negara-negara lain terutama mitra dagang Indonesia.
Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) adalah standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari BI agar proses transaksi dengan QR Code menjadi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya.
Pada triwulan II-2024 transaksi ekonomi dan keuangan digital mampu mencatatkan kinerja yang kuat, didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Hal tersebut ditunjukkan oleh transaksi BI-RTGS yang naik 13,42 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp42.008,08 triliun.
Sementara dari sisi ritel, volume transaksi BI-FAST meningkat 67,79 persen (yoy) menjadi 785,95 juta transaksi. Transaksi perbankan digital pun tumbuh positif sebesar 34,49 persen (yoy) sehingga mencapai 5.363,00 juta transaksi.
Begitu pula dengan transaksi QRIS yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 226,54 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta.
Namun demikian, capaian positif tersebut masih menyisakan sejumlah tantangan yang perlu direspons secara tepat dan terukur. Prospek kenaikan transaksi digital di masa depan memerlukan tiga respons.
Pertama, dukungan infrastruktur yang berdaya tahan dan sinergis. Kedua, dukungan struktur industri yang konsolidatif dan mampu memitigasi risiko shadow banking. Ketiga, kolaborasi antara Bank Indonesia dan industri dalam mendorong inovasi dan akseptasi secara seimbang guna memperkuat literasi dan pelindungan konsumen.
Oleh sebab itu, BI merumuskan BSPI 2030 untuk merespons dinamika tersebut. BSPI 2030 bertujuan untuk mewujudkan sistem pembayaran Indonesia yang berdaya tahan dalam struktur yang konsolidatif. BSPI 2030 adalah kelanjutan dari BSPI 2025 yang dibangun untuk mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital secara end-to-end.
Sebagaimana disampaikan Presiden RI Joko Widodo bahwa pada 2030 diproyeksikan ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat menjadi Rp5.800 triliun, pembayaran digital akan tumbuh 2,5 kali lipat menjadi Rp12.300 triliun. Selain itu, puncak bonus demografi gen Y, Z, dan Alpha akan mencapai usia produktif sebanyak 68 persen pada 2030.
Untuk itu, bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan semua instrumen dan mengoptimalkan semua peluang untuk terus tumbuh termasuk transformasi digital di bidang ekonomi dan keuangan.
Transformasi digital perlu terus diperkuat untuk mengakselerasi pertumbuhan berbagai sektor ekonomi, termasuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Digitalisasi pada proses produksi, pemasaran, serta pembayaran akan mendorong kemajuan UMKM di tingkat domestik dan global. Dalam hal ini, transformasi digital harus dilakukan secara inklusif, berkeadilan, sehingga seluruh lapisan masyarakat memperoleh akses dan kesempatan yang sama yang juga didukung dengan aspek pelindungan konsumen.
Digitalisasi pembayaran
BI mencermati bahwa digitalisasi pembayaran akan melaju lebih cepat di masa depan karena tiga faktor, yaitu membesarnya partisipasi generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha yang lebih digital savvy, meningkatnya laju inovasi digital, serta menguatnya konektivitas pembayaran lintas negara. Digital savvy adalah masyarakat yang hidup dan beradaptasi dengan dunia digital.
Arus transaksi pembayaran digital ke depan diprediksi kian deras seiring dengan komitmen internasional untuk meningkatkan efisiensi layanan pembayaran lintas negara.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, tantangan tersebut hanya dapat direspons oleh konstruksi sistem pembayaran nasional yang berdaya tahan dalam struktur yang konsolidatif.
Dengan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia 2030 yang diterjemahkan ke dalam lima inisiatif utama sebagai landasan, BSPI 2030 berupaya untuk membangun sistem pembayaran nasional yang berdaya tahan dan konsolidatif yang menjadi syarat perlu bagi terciptanya integrasi ekonomi-keuangan digital nasional secara end-to-end.
Adapun lima visi BSPI 2030, yakni Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2030 mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses pengedaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong inklusi keuangan.
SPI 2030 mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
SPI 2030 menjamin interlink antara fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow-banking melalui pengaturan teknologi digital (seperti API), kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
SPI 2030 menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antarnegara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
Dalam kaitan tersebut, penguatan konfigurasi ekonomi dan keuangan digital akan difokuskan pada stabilitas infrastruktur sistem pembayaran BI dan industri, penataan struktur industri sistem pembayaran yang interlink antara bank dan fintech, serta penguatan surveilans dan manajemen risiko termasuk keamanan siber dan pelindungan konsumen.
Selain itu, kolaborasi dalam inovasi dan akseptasi digital di bidang sistem pembayaran dan ekonomi dan keuangan digital termasuk untuk inklusi, dan pengembangan data sistem pembayaran yang end-to-end dari masyarakat sampai dengan BI untuk kepentingan nasional.
Visi SPI 2030 akan dicapai melalui lima inisiatif 4I-RD, yakni infrastruktur yang berorientasi pada penyiapan infrastruktur ekonomi dan keuangan digital yang berdaya tahan dan terintegrasi.
Penyiapan infrastruktur tersebut dilakukan melalui penguatan stabilitas, skalabilitas, dan sinergi infrastruktur sistem pembayaran ritel, pengembangan BI Payment Clear untuk memperkuat manajemen risiko dan pemenuhan integritas transaksi, pengembangan BI-RTGS Generasi III, serta pengembangan infrastruktur data melalui pengembangan Payment ID, sistem data capturing dan BI-Payment Info.
Kemudian, industri yang mengarah pada konsolidasi struktur melalui penataan akses dan entry policy sesuai profil risiko pelaku, penguatan manajemen risiko, dan reformasi regulasi. Konsolidasi struktur diperlukan guna memperkuat kapasitas industri dalam pengendalian risiko sekaligus memperkuat daya saing.
Selanjutnya, inovasi yang berorientasi pada upaya menjamin keseimbangan antara inovasi dengan pelindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat secara kolaboratif.
Tujuan tersebut akan dicapai melalui tiga besaran kebijakan, yakni mendorong inovasi layanan pembayaran termasuk pendirian Bank Indonesia Digital Innovation Center (BI-DIC), memperkuat literasi dan akseptasi digital masyarakat, serta memperkuat aspek pelindungan konsumen.
Inisiatif internasional diarahkan pada perluasan konektivitas pembayaran antarnegara dengan menjaga kepentingan nasional melalui perluasan cakupan kerjasama QRIS antar negara dan interkoneksi sistem pembayaran ritel maupun wholesale.
Rupiah Digital berorientasi pada penguatan kapabilitas melalui eksperimentasi sekuritas digital untuk berbagai use cases pasar keuangan.
Kelima inisiatif tersebut juga akan diimplementasikan secara sinergis dengan seluruh pemangku kepentingan. Dukungan penuh dari parlemen, kementerian dan lembaga, industri, dan masyarakat luas menjadi faktor penentu kesuksesan implementasi dari blueprint atau cetak biru itu.
Secara keseluruhan, BSPI 2030 akan membawa masa depan yang lebih baik dan merata bagi generasi Indonesia di masa mendatang. Sistem pembayaran yang lancar serta sistem moneter dan stabilitas sistem keuangan yang berfungsi dengan baik akan menjadi basis bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Lebih dari itu, BSPI 2030 akan merajut upaya besar reformasi struktural ekonomi Indonesia ke arah transformasi digital yang mengintegrasikan peran serta seluruh pelaku ekonomi, besar dan kecil, di pusat dan di daerah, dalam sebuah ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif.
Dengan demikian, transformasi digital di bidang ekonomi dan keuangan digital nasional bisa melaju lebih kencang ke depan melampaui kemajuan pada lima tahun terakhir, agar berkontribusi besar bagi capaian kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan. (Antara)