Pesona Dayak Kayan di Festival Budaya IRAU ke-11 Malinau

Prosesi pendirian Tombak Pusaka Bakin Kelikah, lambang penjaga kesucian Adat Dayak Kayan dalam rangkaian Upacara Adat Ufah pada gelaran Festival Budaya IRAU ke-11 Malinau.

Upacara Adat Ufah : Warisan Sakral Dayak Kayan untuk Meneguhkan Pemimpin Masa Depan

TERASKALTARA.ID, MALINAU – Dalam rangkaian pembukaan Festival Budaya IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, masyarakat Suku Dayak Kayan menampilkan ritual adat sakral Ufah, tradisi kuno yang melambangkan penyucian dan peneguhan jati diri anak laki-laki sebagai calon pemimpin masa depan.

Upacara Ufah menjadi salah satu penampilan budaya paling ditunggu dalam gelaran IRAU kali ini. Ritual tersebut dilakukan untuk anak laki-laki berusia enam bulan hingga satu tahun, dipimpin oleh tetua adat yang dikenal pernah berjaya dalam medan perang.

Pondok sederhana beratap daun di luar rumah panjang menjadi lokasi sakral prosesi penyiraman air telang keliman simbol perlindungan Dewa Bungan Malan.

Sebelum prosesi dimulai, didirikan tombak pusaka Bakin Kelikah, lambang penjaga kesucian adat. Tombak setinggi empat meter itu tak boleh direbahkan hingga seluruh rangkaian selesai.

“Upacara Ufah bukan hanya ritual, tetapi juga doa agar anak-anak kami tumbuh menjadi pemimpin yang tangguh, berani, dan berkarakter,” ujar Ping Ding, Ketua Persekutuan Dayak Kayan Kabupaten Malinau.

Selain menjadi bentuk syukur atas kehidupan, upacara ini juga menjadi wujud nyata pelestarian adat leluhur di tengah kemajuan zaman.

Penampilan ritual Ufah dalam IRAU ke-11 menjadi bukti bahwa spiritualitas dan kearifan lokal masih hidup di Malinau. Dari nilai kepemimpinan hingga penghormatan kepada alam, tradisi ini terus diwariskan untuk menjaga jati diri masyarakat Dayak Kayan.

Pos terkait