TARAKAN, TerasKaltara.id – Dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU), Sabtu (13/7/2024) lalu ditemukan ada beberapa kejadian khusus yang menjadi catatan Pengawas Kelurahan Desa (PKD). Diantaranya, ada laporan pemilih yang memaksa memilih, calon sementara bukan merupakan pemilih Tarakan Tengah.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tarakan, pemilih yang memaksa memilih ini langsung diberikan penjelasan. Sehingga permasalahan tidak sampai ke pelanggaran pemilu. Setelah diberikan penjelasan, disampaikan data sesuai KTP sudah berubah alamat sehingga meski masuk dalam DPT, hak pilihnya di Tarakan Tengah tidak dapat diakomodir.
Ditemukan juga nama tidak ada dalam DPT, DPTb maupun DPK pada 14 Februari lalu, maka tidak bisa mencoblos di PSU meski memiliki KTP Tarakan Tengah.
“Ada yang tetap memaksa, belum sempat ditangani aparat tetapi diselesaikan di tingkat PPS dan PPK. Kami beri penjelasan dan bisa menerima. Saya kurang percaya kalau alasannya tidak tahu, tapi kita langsung cegah. Ini sudah sangat menyalahi dan fatal akibatnya,” tegasnya, Senin (15/7/2024).
Potensi PSU didalam PSU juga sebanarnya masih memungkinkan dengan melihat apa yang menjadi pelanggarannya. Jika masih prosedural yang masih bisa dimaafkan, seperti misalnya terdaftar DPT di TPS 12 tapi memilih di TPS 11.
Pengecekan dilakukan di TPS tempat awalnya terdaftar. Setelah ditelusuri, lalu koordinasi dengan KPU dan benar terdaftar di TPS 12. Alasannya mencoblos di TPS terdekatnya tidak cukup waktu jika mencoblos di TPS tempatnya terdaftar. Secara prosedural salah, tapi tidak salah juga karena masih dalam satu Dapil.
“Kalau lewat jam 12 kan tidak bisa diterima, karena sudah terlambat. Kalau secara logika sederhana tidak merubah apa-apa karena surat suara juga tetap sama (Dapil 1 Tarakan Tengah). Ini sebenarnya masuk kejadian khusus bukan pelanggaran, itu temuan dari teman PPS dan PKD,” bebernya.
Namun jika ada laporan masyarakat terkait laporan pelanggaran, Bawaslu harus menindaklanjuti secara de jure. Pengakuan tidak bisa dijadikan alat bukti, tetapi harus fakta bukti terlampir. Harus lengkap syarat formil materilnya, selanjutnya akan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang ada.
“Misalkan nama pelapor siapa, dibuktikan dengan KTP. Harus WNI, Pemilih, tempat kejadian dimana, kronologis bagaimana dan apa saja buktinya. Kalau tidak lengkap kami kembalikan ke pelapor diberi waktu 2 hari untuk dilengkapi,” tuturnya.
Jika sudah dinyatakan lengkap, selanjutnya akan dilakukan pleno dengan melihat bukti dan arah laporannya kemana.
“Tapi secara keseluruhan saya melihat PSU ini sukses, dengan tidak adanya berita yang langsung tajam. Apalagi semua mata tertuju ke PSU, kami pastikan dengan benar pelaksanaannya sesuai aturan. Jangan sampai ada PSU didalam PSU,” tandasnya. (saf)