Puisi Vincencia Lantang

VINCENCIA LANTANG lahir di Samarinda Juni 1981. Menulis puisi dan cerita di sela kesibukannya sebaga ASN pada DPMD Kabupaten Malinau. Tinggal di Desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat.

Rubrik Sastra kami buka untuk Kaltara dan Indonesia.  Dengan bangga dan hormat kami mengundang para penulis untuk berkirim karya ke redaksi kami. Edisi perdana kami menayangkan puisi-puisi karya Vincencia Lantang. Selamat membaca dan mengapresiasi.

Karya tulis; puisi atau cerpen dapat dikirim melalui email : terasmediakaltara@gmail.com

 

Nelangsa

Aku ada disampimg mu

Tapi kita ada dalam hening

Tak mampu bibir menyingkap rasa

Walau bukan ingin kita tak mengucap kata

 

Sungguh…Relung hatiku hampa tanpa sukma

Aku seperti berharap pada yang tiada

Tapi ku paksa hati ku untuk terus menggantung asa

Kau diam saja aku sudah merasa mati…

Apalagi jika kau memilih untuk pergi

 

Nelangsa ini…

Bukan aku yang menciptakan…

Bukan juga kamu…

Bukan kita…

~ Di samping Bapak yang ku sayang~

27 Desember 2023


Rumah Kayu Beratap Sirap

Kebanggaan

Karena tawa riang, tawa sinis, cengenges

Geram kemarahan, sesenggukan, bertahan dalam diam

Semua terjadi di sana

Kebanggaan

Tentu

Di sana pelajaran hidup terus berlangsung

Kurang, lebih, minus, tumpah ruah, stagnan

Bacaan Lainnya

Semua terjadi di sana

Tak satupun sirap terlepas walau tertempa bergantinya musim

Sekarang, Rumah Beratap Sirap nampak lebih indah

Lebih manis, lebih bersahaja

Uban yang empunya adalah mahkota

Januari, 2022


Seribu Mil

Tertegun….

Termenung….

Bagai memikirkan…Berapa hasta kaki langit satu ke kaki langit lainnya

Tak berujung….

Lunglai kaki menapaki jalan tanah liat

Ku angkat sekuat tenaga…tak ada tangan terulur untuk menopang

Bumi tetap saja riang merasakan tapak kaki ku yang sudah kebas

Jangan takut hatiku…

Makin jauh berjalan…

Makin dapat dimengerti..

Kawan sejati mu adalah kamu.

Tahun 2022


Lara Abadi

Lara itu belum pergi

Ia masih ada di ruang hati terdalam

Ia masih terasa dalam setiap hembusan nafas

Ia masih menari nari dalam benak, entah sampai kapan

Biar saja….semau mu menggeliat

Sepuasmu berkuasa dan bertahta

Aku sudah dingin tak bergeming

Biar saja

Tertawalah..

Melompatlah…

Bertepuk tanganlah…

Meski raga ini terlihat seperti dinding lapuk…

Meski pelupuk mata ini seperti mata air yang tak kunjung kering…

Meski kaki ini sudah terseok-seok berjalan…

Tapi…Aku tau…

Aku sudah tegar dan teguh bagai batu karang…

2 Januari 2024

~ Ketika Asa ku Hampir Hilang ~


Lutut Hitam Ibuku

Ibuku parasnya cantik

Rambut hitamnya tergerai panjang

Bibir dan pipinya merona

Tapi…lutut ibuku hitam

Ya…hitam

karena telut di setiap malam gelap

Ketika semua orang tidur lelap

Lutut ibuku tertanam dalam simpuhnya

Syukurnya naik seperti asap persembahan yang berkenan kepada-Nya

Lalu ia memohon banyak hal pada Sang Khalik

Lantas aku tahu

Ketika ku temukan jalan keluar dari kesulitanku

Itu karena lutut hitam Ibuku

Ketika selamat dari celaka maut

Itu karena lutut hitam Ibuku

Ketika sukacita menghampiriku

Itu karena lutut hitam Ibuku

Ibuku lututnya hitam

Tetapi ia tetap menawan….

2024


Jangan Bertanya

Terus saja melangkah…

Walaupun tertatih mengaduh…

Terus saja mengucap doa..

walaupun terbata-bata..

Dengarkan jantungmu

Ia masih berdegup walaupun rongga2 tulang2 mu terasa kering…rapuh…

Masih ada harap di sana

Sahabat Sang Bijak mengatakan kepadaku

Tak perlu bertanya mengapa..

Ia tahu kamu sanggup melalui lorong waktu ini…

Lorong waktu yang terasa panjang tak berujung

Tetapi percayalah…

Selesaikan saja jalan ketaatan mu

Dan kamu akan mengerti

Ia pemegang kedaulatan hidup

 

~3000 kaki di atas Laut Borneo~

14 Mei 2025

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pos terkait