Rakor Bawaslu Kaltara, Samakan Persepsi Indikator Kerawanan Pilkada 2024

Img 20241123 wa0030 teraskaltara. Id
Rakor stakeholder pengawasan tahapan pemungutan suara Pilkada tahun 2024 yang digelar Bawaslu Kaltara, Sabtu (23/11/2024).

TARAKAN, TerasKaltara.id – Mendekati hari pemungutan suara 27 November mendatang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltara menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama stakeholder terkait, Sabtu (23/11/2024).

Anggota Bawaslu Kaltara, Korordinasi Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas (P2H), Arif Rochman menuturkan rakor ini dilakukan untuk menyamakan persepsi dalam tahapan pemungutan dan perhitungan suara. Dalam rakor ini, turut hadir Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltara dan Polda Kaltara.

“KPU dan Polda maupun Bawaslu nantinya bisa menjadi gambaran, bersama mengawal agar pemilihan pada 27 November nanti bisa berjalan sukses,” ujarnya.

Ia tambahkan, pihaknya juga menyampaikan sejumlah potensi kerawanan yang dikhawatirkan terjadi pada saat proses pemungutan maupun perhitungan suara nantinya.

Disebutkan, ada sebanyak 23 indikator kerawanan yang harus diwaspadai dan 27 indikator Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang paling banyak terjadi kemungkinan kerawanannya. Ditambah 9 TPS yang banyak terjadi kerawanan, kemudian 7 TPS yang tidak banyak terjadi kerawanan, tetapi tetap dilakukan antisipasi kerawanannya.

“Dari 24 indikator ini, yang paling banyak 7 indikator salah satunya pindah memilih. Mohon bisa dikawal bersama, sehingga dalam menyampaikan surat suaranya itu sudah sesuai dengan peruntukkannya,” jelasnya.

Selain itu, TPS yang banyak terjadi kerawanan diantaranya terkait dengan hak memilih. Tetapi, ada juga masyarakat yang belum masuk dalam daftar pemilih, namun sebenarnya memiliki hak memilih.

Maka, pihaknya mewanti-wanti masyarakat dan pengawas TPS maupun KPPS untuk bisa mengakomodir. Informasi yang diterimanya dari KPU, masyarakat yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilih sudah ditandai.

“Termasuk yang banyak terjadi kerawanan itu, ada masyarakat yang sudah masuk dalam daftar pemilih tetapi tidak memenuhi syarat. Misalnya sudah meninggal dunia, sudah pindah keluar kota atau beralih status menjadi TNI Polri dan lainnya,” kata Arif Rochman.

Terkait pindah memilih ini yang bisa menjadi kerawanan tinggi hingga mengakibatkan terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU). Meski menurutnya, KPU dan KPPS sudah memahami aturan dalam menentukan siapa saja yang memiliki hak memilih dan mengantisipasi terjadinya pemilih ganda.

“Jika terjadi lebih dari dua pemilih yang tidak punya hak pilih, tetapi menggunakan hak pilihnya ini yang harus diantisipasi,” tegasnya. (rs/*)

 

Pos terkait