TERASKALTARA.ID, MALINAU – Suasana penuh khidmat dan kebersamaan mewarnai hari kedelapan Festival Budaya IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, pada Selasa (14/10/2025), di Panggung Padan Liu’ Burung (PLB).
Kali ini, giliran masyarakat Dayak Abai menampilkan atraksi budaya dan prosesi adat Malunau ritual sakral yang menjadi simbol rasa syukur dan harmoni antara manusia, alam, dan leluhur.
Upacara pembukaan ditandai dengan pemotongan rotan oleh Bupati Malinau, Wempi W Mawa, S.E., M.H., yang melambangkan dimulainya prosesi adat. Tokoh adat kemudian menyerahkan Telunggas sebagai lambang kepemimpinan, serta kalung adat sebagai simbol persaudaraan antara masyarakat Dayak Abai dan Pemerintah Daerah.
Ketua Lembaga Adat Dayak Abay Malinau, Yahya Yading, menegaskan bahwa lembaga adat siap menjadi jembatan antara masyarakat dan Pemerintah Daerah.
“Kami siap menyampaikan aspirasi dan mendukung kebijakan pemerintah agar dapat dijalankan secara bijak di tengah masyarakat,” ujarnya.
Sajian utama, Ritual Malunau, menjadi sorotan utama. Dalam tradisi Dayak Abai, Malunau adalah ungkapan syukur kepada Sang Pencipta, alam, dan leluhur atas kehidupan yang damai dan hasil panen yang berlimpah.
Sementara itu, Koordinator Upacara Adat Dayak Abai, Andreas, menjelaskan bahwa upacara ini juga merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada alam.
“Leluhur zaman dulu mengajarkan, selama kita menjaga alam, maka alam dan leluhur akan menjaga kita,” tuturnya.
Rangkaian pertunjukan berlanjut dengan tarian Sanggar Sinangau dan tarian kecapi yang menggambarkan keharmonisan manusia dan alam.
Gerakan lembut berpadu dengan alunan musik tradisional memperlihatkan nilai gotong royong dan keseimbangan hidup.
Penampilan Lumusung, Dilumad, dan Ngatun menghadirkan kisah perjalanan manusia Dayak Abay dari kehidupan nomaden hingga menjadi petani, serta menyampaikan pesan moral melalui humor dan petuah adat.

Sementara itu, Bupati Wempi menyampaikan apresiasi tinggi atas konsistensi masyarakat Dayak Abai dalam menjaga tradisi leluhur.
“Apa yang ditampilkan hari ini adalah bentuk nyata semangat menjaga warisan budaya. Malunau bukan hanya ritual, tapi sumber kearifan dan pengikat persaudaraan di Bumi Intimung,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Festival Irau menjadi wadah memperkuat kebersamaan antar etnis dan sarana pembelajaran bagi generasi muda untuk mengenal akar budayanya.
“Pemerintah akan terus mendukung pelestarian tradisi lokal agar nilai-nilai luhur tetap hidup dan diwariskan,” imbuhnya.
Acara ditutup dengan doa berkat dan lagu “Semajau Murut Bersama” yang dinyanyikan oleh seluruh peserta dan tamu sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Malinau.(Tk12).





