TERASKALTARA.ID, MALINAU – Pemerintah Kabupaten Malinau menegaskan kembali komitmennya dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat perbatasan Indonesia–Malaysia.
Melalui Seminar Nasional bertema “Perbatasan Kuat, Indonesia Bermartabat”, berbagai pemangku kepentingan dari pusat dan daerah berkumpul untuk membahas arah kebijakan pembangunan perbatasan yang tidak hanya berorientasi pada pertahanan, tetapi juga kesejahteraan rakyat.
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Tebengang Kantor Bupati Malinau, Jumat (24/10/2025), ini menjadi salah satu agenda strategis dalam rangkaian Festival Budaya IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau.
Seminar menghadirkan empat narasumber utama, yakni Dr. Nurdin, S.Sos (Deputi BNPP RI Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara), Letjen TNI (Purn) Dr. Hilman Hadi, S.I.P., M.B.A., M.Han (Deputi I Kantor Staf Presiden RI), Dr. Ferdy Manurun Tanduklangi, S.E., M.Si (Kepala BNPP Provinsi Kalimantan Utara), serta Bupati Malinau Wempi W. Mawa, S.E., M.H.
Diskusi dipandu oleh Prof. Dr. Adri Patton, M.Si, Guru Besar Universitas Mulawarman, dan diikuti ratusan peserta dari unsur pemerintah, akademisi, masyarakat adat, hingga generasi muda perbatasan.
Kemartabatan Bangsa Dimulai dari Rakyat Perbatasan
Dalam paparannya, Bupati Malinau Wempi W. Mawa menyoroti isu fundamental yang dihadapi masyarakat di wilayah perbatasan, terutama kesenjangan ekonomi yang masih tinggi. Ia menegaskan bahwa kemartabatan bangsa tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan rakyatnya, khususnya mereka yang tinggal di garis depan negara.
“Jangan bicara kehormatan bangsa, kalau perut rakyat di perbatasan masih bergantung pada negeri seberang,” tegas Wempi.
Menurutnya, harga kebutuhan pokok di wilayah Malaysia yang lebih murah dibandingkan di Malinau menyebabkan ketergantungan ekonomi yang sulit dihindari. Kondisi ini diperburuk oleh terbatasnya infrastruktur dan konektivitas antarwilayah yang membuat distribusi barang terhambat.
Wempi juga mengingatkan bahwa lemahnya pengawasan dan ketimpangan ekonomi sering kali membuka celah penyelundupan dan perdagangan ilegal di perbatasan.
Ia menilai persoalan tersebut perlu ditangani secara menyeluruh, tidak hanya melalui pendekatan keamanan, tetapi juga melalui pemberdayaan ekonomi, penguatan adat, dan spiritualitas masyarakat perbatasan.
Selain itu, Wempi menyinggung pentingnya dukungan terhadap rencana Daerah Otonomi Baru (DOB) dan wacana otonomi khusus bagi wilayah perbatasan.
Ia berharap kebijakan tersebut benar-benar berpihak pada daerah yang menjadi garda terdepan negara seperti Kabupaten Malinau.
BNPP dan KSP Dorong Sinergi Lintas Kementerian
Deputi BNPP RI, Dr. Nurdin, menyampaikan bahwa pemerintah pusat tengah menyiapkan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perbatasan 2025–2030, yang menempatkan Kalimantan Utara, termasuk Malinau, sebagai model penguatan kawasan perbatasan berbasis masyarakat adat dan ekonomi lokal.
Ia menegaskan perlunya sinergi lintas kementerian agar kebijakan tidak berhenti pada tataran administratif, melainkan dapat diwujudkan dalam bentuk program konkret yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat di lapangan.
Sementara itu, Letjen TNI (Purn) Dr. Hilman Hadi dari Kantor Staf Presiden menyoroti peran strategis perbatasan sebagai ruang yang memiliki dua wajah: pertahanan dan kesejahteraan.
Menurutnya, pembangunan wilayah perbatasan tidak boleh dipandang semata sebagai garis pertahanan negara, tetapi juga sebagai potensi ekonomi baru yang dapat mendorong pertumbuhan nasional.
“Menjaga perbatasan berarti menjaga kesejahteraan. Karena kesejahteraan yang kokoh adalah pertahanan yang sejati,” tegas Hilman.
Kemudian, Dr. Ferdy Manurun Tanduklangi dari BNPP Kalimantan Utara menambahkan bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting dalam memastikan kebijakan pusat dapat diterjemahkan secara efektif di lapangan.
Ia menilai, Malinau memiliki potensi besar menjadi “etalase perbatasan” karena kekayaan sumber daya alam dan budaya yang dapat menjadi daya tarik ekonomi serta diplomasi kebudayaan.
Suara Daerah : Masyarakat Adat dan DPRD Minta Tindakan Nyata
Sesi tanya jawab berjalan dinamis dengan beragam pandangan konstruktif dari peserta.
Dolvina Damus, anggota DPRD Malinau Fraksi PDIP sekaligus Ketua Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FOMMA) Kayan Mentarang, menyoroti minimnya keterlibatan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan pembangunan perbatasan. Ia mendesak pemerintah pusat agar segera mengakui hak-hak adat dan melibatkan masyarakat dalam setiap proses perencanaan.
Sementara Ibau Ala, anggota DPRD Malinau Fraksi Demokrat yang juga Ketua Lembaga Adat Besar Apau Kayan, menekankan pentingnya percepatan pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan.
Ia mengingatkan bahwa keterisolasian wilayah seperti Apau Kayan telah terlalu lama menjadi hambatan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia juga mendorong pemerintah pusat mempercepat proses pembentukan DOB Apau Kayan agar pemerataan pembangunan lebih cepat tercapai.
Sedangkan Halim Pratama, anggota DPRD Malinau Fraksi Demokrat sekaligus Ketua Milenial Malinau Maju (M3), mengkritisi pola kebijakan pusat yang menurutnya masih berhenti di tingkat konsep. Ia menegaskan perlunya aksi nyata lintas kementerian untuk mempercepat penyelesaian isu-isu prioritas seperti konektivitas, pendidikan, dan ketahanan ekonomi di kawasan perbatasan.
Malinau, Wajah Kedaulatan dan Kebersamaan
Dari seluruh diskusi yang berkembang, seminar menghasilkan satu kesimpulan utama: kekuatan bangsa dimulai dari wilayah perbatasan yang sejahtera.
Pembangunan di kawasan ini tidak hanya menyangkut infrastruktur dan keamanan, tetapi juga tentang martabat rakyat, pengakuan budaya, serta kemandirian ekonomi lokal.
Seminar nasional ini menjadi refleksi atas posisi Malinau sebagai daerah yang tidak hanya menjaga tapal batas, tetapi juga menjadi simbol harmoni, ketahanan, dan semangat nasionalisme.
Dengan semangat “Perbatasan Kuat, Indonesia Bermartabat”, Malinau menegaskan jati dirinya sebagai “Beranda Merah Putih” tempat di mana kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat berpadu dalam satu tekad menjaga kehormatan Indonesia di ujung utara Nusantara.(Tk12).





