Upacara Adat Ufah Suku Dayak Kayan Warnai Festival Budaya IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau

Prosesi Adat dimulai dengan penyambutan Bupati Malinau, Wempi W Mawa bersama rombongan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) oleh para tetua adat Dayak Kayan. Penyambutan dilakukan melalui upacara “Melah”, yakni ritual adat yang melambangkan penerimaan tamu kehormatan sebagai saudara dalam komunitas Dayak Kayan.

TERASKALTARA.ID, MALINAU – Suasana khidmat dan penuh makna adat mewarnai pelaksanaan Upacara Adat Ufah Suku Dayak Kayan di Panggung Budaya Padan Liu’ Burung, pada Jumat (10/10/2025).

Upacara sakral ini menjadi salah satu suguhan utama dalam rangkaian Festival Budaya IRAU ke-11 sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun ke-26 Kabupaten Malinau.

Prosesi adat dimulai dengan penyambutan Bupati Malinau, Wempi W Mawa, S.E., M.H., bersama Ibu Maylenti Wempi, S.E., serta rombongan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) oleh para tetua adat Dayak Kayan.

Penyambutan dilakukan melalui upacara “Melah”, yakni ritual adat yang melambangkan penerimaan tamu kehormatan sebagai saudara dalam komunitas Kayan.

Tetua Adat Kayan, Parel Whang, memimpin jalannya upacara dengan penuh khidmat.

Dalam ritual tersebut, gelang manik diikatkan ke tangan tamu sebagai simbol persaudaraan dan keselamatan.

“Melalui prosesi ini, kami memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar setiap tamu yang datang diberi keselamatan dan ketenangan hati selama berada di tanah Kayan,” ujar Parel Whang.

Ritual Melah dilengkapi dengan perlambang seperti pisau dan darah ayam, yang dipercaya memiliki makna mendalam.

Menyejukkan hati serta membersihkan niat dan pikiran sebelum memasuki kampung adat.

Setelah prosesi selesai, Bupati Malinau memotong rotan sebagai simbol pembuka jalan menuju upacara adat.

Memasuki arena utama, Bupati dan rombongan disambut tarian Tebak Beliling yang diiringi alunan musik tradisional sampe dan tufung.

Ritual dilanjutkan dengan penancapan Bakin Kelikah simbol awal dimulainya Upacara Adat Anak Ufah Kayan.

Prosesi ini diiringi tabuhan gong, tufung, dan musik Sape’. Enam tetua adat mengenakan pakaian khas baju kumut (kulit kayu) dan cawat, membawa Bakin Kelikah untuk ditegakkan di arena upacara.

Usai penancapan, tarian Hudoq Aruq dan Hifan Sau menggambarkan perjuangan dan doa bagi kehidupan yang harmonis antara manusia, leluhur, dan alam.

“Setiap gerak dalam tarian kami adalah doa agar generasi muda Kayan tumbuh menjadi pemimpin yang berani dan berhati bersih,” tutur Incau Pie, salah satu Tetua Adat Kayan.

Puncak acara adalah Upacara Anak Ufah, di mana anak-anak Kayan ditabiskan oleh tetua adat dengan prosesi Ngetalau.

Dalam ritual ini, darah ayam jantan digunakan sebagai simbol kekuatan dan keberanian.

Tetua Adat kemudian memberikan petuah kepada para ibu agar senantiasa membimbing anak-anak mereka menjadi pribadi yang kuat dan berakhlak baik.

Sementara itu, Bupati Malinau, Wempi W Mawa, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas pelestarian tradisi tersebut.

“Upacara Ufah ini bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga pendidikan moral bagi generasi muda. Di sinilah nilai-nilai persaudaraan, penghormatan, dan kepemimpinan tumbuh dari akar budaya,” ujarnya disambut tepuk tangan meriah.

Usai sambutan, digelar tarian massal yang melibatkan seluruh warga Kayan bersama Bupati dan FKPD sebagai simbol kebersamaan dan persatuan masyarakat Malinau.

Menandai berakhirnya ritual, Bakin Kelikah dicabut oleh para tetua adat sebagai tanda bahwa upacara Ufah telah selesai.

Suasana hangat dan penuh persaudaraan menjadi penanda kuat bahwa nilai-nilai budaya lokal masih berdenyut kuat di tanah Malinau.

“Inilah Malinau, tempat di mana adat, budaya, dan pemerintahan berjalan seiring dalam semangat IRAU,” tutup Wempi W Mawa.

Melalui pelaksanaan Upacara Adat Ufah dalam rangka Festival IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, Suku Dayak Kayan menunjukkan bahwa warisan leluhur tetap hidup, relevan, dan menjadi fondasi harmoni masyarakat perbatasan di era modern.

Pos terkait