TERASKALTARA.ID, MALINAU – Data BPS Malinau menunjukkan ketimpangan pendidikan masih menjadi persoalan mendasar, Jum’at (28/11).
Kelompok penduduk berpengeluaran rendah tertinggal jauh dalam capaian pendidikan dan partisipasi sekolah.
Gap ini terlihat dalam laporan Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Malinau 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) Malinau merilis data terbaru yang menegaskan ketimpangan pendidikan antar kelompok pengeluaran.
Dari seluruh penduduk berusia 15 tahun ke atas, 10,54 persen dari kelompok 40 persen terbawah tidak memiliki ijazah sama sekali. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding kelompok 20 persen teratas yang hanya 7,51 persen.
Ironisnya, proporsi warga berpendidikan tinggi pada kelompok termiskin hanya 9,26 persen, sedangkan kelompok teratas mencatat 32,71 persen lebih dari tiga kali lipat.
Ketimpangan tersebut menunjukkan bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan lanjutan masih sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi keluarga.
Partisipasi sekolah pun memperlihatkan pola serupa. Pada kelompok usia 5 tahun ke atas, kelompok pengeluaran teratas mencatat 80,87 persen tidak bersekolah lagi, namun pada usia 7–23 tahun, kelompok termiskin justru memiliki proporsi tidak bersekolah lagi sebesar 20,94 persen.
Kepala BPS Malinau Yanuar Dwi Christyawan menegaskan ketimpangan ini bukan hanya persoalan angka, tetapi masalah struktural.
“Data ini memperlihatkan jelas bahwa kemampuan ekonomi masih menjadi faktor pembeda paling kuat dalam akses pendidikan. Itu terlihat dari gap antara kelompok terbawah dan teratas,” ujarnya.
Dengan ketimpangan yang melebar, BPS menilai perlunya intervensi yang lebih spesifik pada kelompok terbawah untuk memastikan hak pendidikan tidak bergantung pada kondisi ekonomi keluarga.(Tk12).




