BALIKPAPAN, TerasKaltara.id – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kalimantan Timur (Kaltim) memperketat pengawasan lalu lintas media pembawa penyakit, termasuk hewan, ikan, dan tumbuhan. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit, terutama yang dapat mengancam sektor peternakan di wilayah tersebut.
Pengawasan tersebut tidak hanya berfokus pada peredaran daging babi, tetapi juga pada seluruh aspek terkait peredaran hewan dan tumbuhan yang berpotensi membawa penyakit. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah wabah African Swine Fever (ASF), penyakit yang kini tengah mengancam peternakan babi di Indonesia, khususnya di wilayah Papua Nabire dan Papua Tengah.
Penyakit ASF telah menyebabkan kerugian besar di peternakan babi di daerah tersebut, dengan gejala demam tinggi yang dapat mengakibatkan kematian mendadak dalam waktu singkat pada babi yang terinfeksi. Meskipun di Kalimantan, wabah ASF sempat muncul beberapa bulan lalu, situasi kini telah terkendali. Namun, mewabahnya penyakit ASF di Nabire kembali menjadi perhatian serius.
Di Balikpapan, peredaran daging babi ilegal sempat meningkat setelah pasokan lokal menipis. Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kaltim segera melakukan tindakan pencegahan dengan menahan dan memusnahkan daging babi ilegal yang masuk melalui pelabuhan Kariangau dan Semayang, berasal dari luar daerah seperti Palu.
Ketua Tim Kerja Pengawasan dan Penegakan Hukum Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kaltim, Uswatun, menegaskan bahwa meskipun ASF tidak dapat menular ke manusia, virus ini dapat menyebar antar-hewan dan menimbulkan kematian mendadak pada babi.
Dalam waktu kurang dari enam jam setelah terinfeksi, babi yang terjangkit ASF dapat mati. Pada akhir 2023, kasus kematian massal pada peternakan babi juga tercatat di Kalimantan Utara.
Sebagai langkah pengendalian, Balai Karantina mengintensifkan pengawasan lalu lintas hewan dengan prosedur disinfeksi yang memadai. Penularan dapat terjadi melalui transportasi hewan terinfeksi atau melalui manusia yang tidak menjaga kebersihan diri dan peralatan setelah berinteraksi dengan hewan yang terinfeksi. Selain itu, sisa-sisa makanan atau produk olahan dari babi yang tidak terkelola dengan baik berpotensi mencemari lingkungan baru.
Dalam upaya pencegahan, Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kaltim juga menggelar sosialisasi mengenai pengendalian penyakit ASF kepada masyarakat di Desa Marindan RT 1, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Sosialisasi ini melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat setempat. Salah satu poin penting yang disampaikan adalah perlunya disinfeksi pada peralatan dan fasilitas yang digunakan dalam transportasi hewan, serta pembatasan mobilisasi hewan dari daerah yang terinfeksi ke daerah yang belum terjangkit.
Menurut Dr. Untari, dokter hewan di Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kaltim, hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk ASF.
Oleh karena itu, pihaknya lebih menekankan pada upaya pencegahan, seperti pengawasan yang ketat dan pembatasan mobilisasi hewan dari daerah terinfeksi.
” Langkah ini diambil untuk mencegah penyebaran lebih lanjut ke daerah yang masih bebas dari penyakit ASF,” pungkasnya.