JAKARTA, TerasKaltara.id – Bareskrim Polri merilis pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari tindak pidana awal narkotika yang salah satunya melibatkan narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tarakan, Andi alias Hendra 32 (HN 32) alias Hendra Sabarudin (HS).
Selain Hendra 32, diketahui ada sejumlah pelaku lainnya yang memiliki peran berbeda untuk memuluskan peredaran narkoba dari Malaysia ke wilayah Kaltara, Kaltim, Kalsel, Bali dan Jawa Timur dan Indonesia bagian tengah.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada menuturkan para pelaku berusaha menutupi pendapatannya untuk menyamarkan hasil kejahatan yang didapatkan dari narkoba dengan TPPU.
“Kita akan melaksanakan asset tracing dalam rangka menelusuri aset yang digunakan untuk membeli aset mereka,” ujarnya, Rabu (18/9/2024).
Ia menyebutkan pengungkapan berawal dari informasi dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, ada warga binaan yang sering membuat onar di Lapas Tarakan berinisial HS. Berangkat dari informasi ini, kemudian Bareskrim melakukan penyelidikan dan menemukan adanya indikasi peredaran gelap narkoba yang masih dikendalikan HN 32.
Bareskrim menyimpulkan, meskipun di dalam Lapas, HN 32 masih memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan melaksanakan peredaran gelap narkoba. Hasil penyelidikan HN 32 sudah melakukan peredaran narkotika sejak tahun 2017 hingga tahun 2024.
“Selama kurun waktu tersebut, dia (HN 32) sudah memasukkan sabu dari Malaysia sekitar 7 ton. Dibantu para tersangka lain,” ungkap Kabareskrim.
Tersangka lain yang turut membantu HN32 ini, berinisial TR, SY dan MA sebagai pengelola uang dan aset hasil kejahatan, CA dan AA membantu pencucian uang, NMY yang merupakan adik AA juga membantu pencucian uang, kemudian RO dan AY (kakak RO) juga membantu dalam pencucian uang.
“Tinggal satu orang masih DPO, masih kita kejar atas nama F,” ungkapnya.
Modus operandi yang digunakan HN dan tersangka lainnya, menggunakan 3 tahapan. Mulai dari penempatan kejahatan dalam rekening penampung atas nama orang lain yang digunakan HN32. Kemudian kliring dari rekening penampung ke rekening yang lain atas nama orang lain. Tahap penyatuan dengan membelanjakan uang dari rekening atas nama orang lain tersebut untuk membeli asset.
“Hasil analisis PPATK, perputaran uang dari HS sejak tahun 2017 angkanya mencapai Rp2,1 triliun. Sebagian uang yang didapatkan dari hasil penjualan narkoba digunakan untuk membeli asset yang nilainya mencapai Rp221 miliar,” bebernya.
Rincian dari aset yang disita, 44 bidang tanah dan bangunan, 21 unit kendaraan roda empat, 28 unit kendaraan roda dua, 6 unit kendaraan laut berupa 4 kapal terdiri dari 1 speedboat dan 1 Jetski, 2 unit kendaraan jenis ETV, 2 buah jam tangan mewah, uang tunai Rp1,2 miliar dan deposito di bank Rp500 juta.
“Asset ini jelas tergantung dari putusan pengadilan. Kalau disita, dilelang ya Dirjen Lelang yang akan melelang. Kalau ada asset lain yang masih ada, akan kami kejar. Masyarakat yang mungkin tahu, bisa informasikan ke kami untuk melakukan penyitaan,” pungkasnya.
Penelusuran asset TPPU, kata Kabareskrim bukan perkara mudah karena menggunakan nama orang lain. Meski, ia pun memastikan sudah melakukan pengembangan yang maksimal hingga mengamankan jumlah yang besar.
“Tersangka diduga melanggar pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6 junto pasal 10 Undang undang No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar,” tegasnya.
Kabareskrim tegaskan akan memiskinkan bandar narkotika dan pelaku TPPU. Sehingga bisa memberikan perlindungan kepada generasi muda dari peredaran narkotika.
“2030 kita akan menghadapi Bonus Demografi dan ini yang harus kita jaga, menuju Indonesia Emas Tahun 2045,” tandasnya. (**/saf)