TANJUNG SELOR, TerasKaltara.id– Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau melayangkan surat kepada Pos Pengaduan Gakkum LHK Kaltara, terkait perambahan di hutan adat mereka seluas 18.000 ha. Surat ini menyusul maraknya perambahan hutan adat di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur.
Perwakilan MHA Punan Batu Benau, Sasut menuturkan, aktivitas perambahan hutan di wilayah Punan Batu Benau ini telah terjadi berulang kali. Padahal, kawasan tersebut sudah diusulkan Pemda Bulungan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai kawasan geopark.
“SAat ini sudah berproses di Kementerian ESDM. Kami laporkan karena perambahan ini sudah terjadi berulang kali,” kata dia, Kamis (6/2/2025).
Sementara, ancaman bagi pelaku perambahan hutan ini sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. Menyebutkan, setiap orang yang melakukan perambahan hutan dapat dikenakan sanksi berupa denda hingga pidana.
Sasut menambahkan, ia mendapatkan informasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara juga telah membentuk tim terkait perambahan hutan tersebut.
“Tim dari provinsi infornya sedang melakukan penyusunan dokumen kawasan geopark Punan Batu Benau dan sarang burung Gunung Batu Benau. Saat ini kan sudah dikuasai ahli waris secara turun temurun, tapi telah dilakukan perambahan hutan,” ungkapnya.
Menurut dia, anugerah Kalpataru 2024 kategori penyelamatan lingkungan hidup seharusnya menjadi pegangan dalam merawat lingkungan hutan.
Namun banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga menyulitkan mereka dalam merawat hutan adat mereka.
” Kami tidak bisa menjaga, menyelamatkan lingkungan hutan yang menjadi tempat tinggal dan menggantungkan hidup kami dari hutan. Apalagi, perambahan hutan ini terkadang menggunakan alat berat. Bahkan sampai ada yang diperjual belikan hingga ke pihak luar,” pungkasnya. (rn)