TERASKALTARA.ID, MALINAU – Keberagaman budaya kembali menjadi warna dalam perayaan Hari Ulang Tahun ke-26 Kabupaten Malinau dan Festival IRAU ke-11.
Kali ini, giliran Paguyuban Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menampilkan tradisi khas mereka, Pekakande-Kandea, di Panggung Budaya Padan Liu’ Burung, Selasa (14/10/2025).
Tradisi Pekakande-Kandea, atau dikenal juga dengan Kafoma-foma’a dan Maata, merupakan upacara adat masyarakat Buton (Wolio), Cia-Cia, dan Muna (Pancana) yang dilaksanakan untuk menyambut para pahlawan atau pejuang yang kembali dari medan juang dengan membawa kemenangan.
Dalam pelaksanaannya, Pekakande-Kandea menggambarkan rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur serta kesatuan sosial masyarakat Sulawesi Tenggara.
Ritual ini sarat nilai-nilai luhur seperti pobhinci-bhinciki kuli (saling mencubit), poma-masiaka (saling menyayangi), popia-piara (saling menjaga), pomae-maeaka (saling menanggung rasa malu), dan poangka-angkataka (saling menghormati), yang menjadi dasar kehidupan sosial masyarakat Buton.
Prosesi diawali dengan pembacaan “Wore” oleh dua orang pemimpin adat sebagai tanda dimulainya acara. Para gadis remaja tampil anggun dengan busana tradisional duduk di hadapan talam berisi berbagai makanan khas Sulawesi Tenggara, seperti lapa-lapa, baruasa, karasi, onde-onde, dan cucuru.
Setelah aba-aba diberikan, suasana menjadi meriah dengan alunan irama Kadandio dan Dounauna yang diiringi pantun adat: “Maimo sapo lapana puuna gau, Katupana Mia bari’ amatajamo” yang berarti: “Pemimpin negeri dipersilakan, hidangan masyarakat telah siap untuk dinikmati.”
Puncak acara ditandai dengan prosesi Sipo dan Tompa, yaitu ritual saling suap makanan antara gadis dan tamu kehormatan, termasuk Bupati Malinau Wempi W. Mawa dan istri, Wakil Bupati beserta istri, Ketua DPRD, Sekretaris Daerah Malinau, serta Ketua KKST (Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara).
Suasana semakin semarak saat para gadis menyuapkan makanan diiringi teriakan “Tompa Laijo!” yang berarti ajakan penuh sukacita dalam tradisi.

Sebagai bentuk penghargaan, tamu undangan kemudian memberikan saweran atau hadiah kepada para gadis penjaga talam.
Selain menjadi pertunjukan yang memukau, tradisi Pekakande-Kandea juga memiliki makna sosial yang kuat. Di masa lampau, acara ini menjadi ruang pertemuan muda-mudi dan ajang silaturahmi antarwarga yang mempererat rasa persaudaraan.
Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi tinggi atas penampilan Paguyuban Sultra yang turut memperkaya warna budaya di Kabupaten Malinau.
“Tradisi Pekakande-Kandea mengajarkan nilai gotong royong, saling menghormati, dan cinta terhadap sesama. Nilai-nilai ini sejalan dengan semangat IRAU yang menjadi simbol kebersamaan seluruh etnis di Bumi Intimung,” ujarnya.
Melalui penampilan budaya ini, masyarakat Sulawesi Tenggara di Malinau menegaskan komitmen mereka untuk terus melestarikan warisan leluhur, sekaligus berkontribusi aktif dalam memperkuat persatuan dan harmoni di tengah keberagaman.(Tk12).





