TERASKALTARA.ID, TARAKAN – Penegakan hukum di Kota Tarakan kembali menjadi sorotan publik setelah penahanan H. Maksum, seorang tokoh agama dan imam masjid yang dihormati masyarakat setempat.
Mumaddadah, Direktur Pusat Kajian Hukum dan Perundangan-undangan (PKHP), menyampaikan keprihatinannya terkait langkah Kejaksaan Negeri Tarakan dalam menahan H. Maksum.
Menurut Mumaddadah, penahanan seharusnya dilakukan dengan pertimbangan urgensi yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 dan Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Tiga faktor utama yang menjadi dasar penahanan adalah potensi tersangka melarikan diri, kemungkinan merusak barang bukti, dan risiko mengulangi tindak pidana. Namun, menurutnya, ketiga hal tersebut belum terbukti dalam kasus H. Maksum.
“Kalau kita lihat di media, Haji Maksum ini adalah tokoh agama yang sangat dihormati. Saya sedih dan prihatin jika pertimbangan itu tidak menjadi alasan untuk tidak menahannya. Seharusnya tindakan Kejaksaan Negeri adalah tidak melakukan penahanan,” ujar Mumaddadah, Sabtu (23/8/2025).
Mumaddadah menekankan tindakan penahanan terhadap seorang tokoh agama yang berstatus tersangka seharusnya dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prinsip keadilan.
“Penahanan bukan sekadar formalitas hukum. Harus ada urgensi yang jelas, dan masyarakat perlu diyakinkan bahwa hukum berlaku sama bagi semua pihak,” tambahnya.
Selain itu, Mumaddadah menyoroti penerapan standar ganda oleh aparat penegak hukum (APH). Menurutnya, prinsip equality before the law atau kesetaraan di hadapan hukum saat ini kerap terabaikan.
“Di kasus-kasus tertentu, oknum APH menyarankan penyelesaian melalui hukum perdata, terutama jika melibatkan kepemilikan tanah dengan dokumen ganda,” katanya.
“Tapi di kasus ini, saya menilai terjadi tindakan sewenang-wenang atau abuse of power. Harusnya tidak buru-buru mengambil tindakan tanpa pertimbangan yang matang,” sambung Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan ini lagi.
Keprihatinan Mumaddadah juga muncul karena penahanan tersebut berdampak pada persepsi publik, terhadap penegakan hukum di Tarakan.
Ia menyatakan masyarakat mulai mempertanyakan konsistensi aparat hukum dalam menegakkan keadilan, terutama ketika menyangkut tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh signifikan.
Dalam kesempatan itu, Mumaddadah mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, tokoh agama, advokat, mahasiswa, dan masyarakat umum, untuk bergabung dalam Satuan Masyarakat Anti-Mafia Tanah.
“Tujuannya adalah membentuk pengawasan bersama agar praktik hukum berjalan transparan dan tidak berpihak hanya pada kelompok tertentu,” tandasnya.
Mumaddadah juga menegaskan partisipasi masyarakat sangat penting untuk menjaga integritas hukum, mencegah praktik sewenang-wenang, dan memastikan bahwa prinsip keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Peristiwa ini sangat memprihatinkan. Kita tidak boleh diam melihat hukum seakan hanya berpihak pada yang mampu. Ini juga menjadi perhatian terhadap oknum-oknum APH di semua tahapan, mulai dari Pro Justicia, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan. Masyarakat yang kurang mampu juga harus mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum,” pungkasnya.