NUNUKAN, TerasKaltara.id – Sebagai perusahaan minyak dan gas (migas) milik negara, Pertamina memiliki amanah untuk memenuhi kebutuhan sektor migas merata di Indonesia, dengan satu harga. Termasuk ke wilayah Kabupaten Nunukan yang daerahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga dan masuk dalam kategori Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Presiden Joko Widodo bahkan juga memberikan perhatian khusus agar masyarakatnya bisa mendapatkan bahan bakar satu harga ini. Meski dengan berbagai kendala distribusi yang dihadapi.
Sementara, pemenuhan kebutuhan bahan bakar dengan subsidi di wilayah perbatasan, sampai saat ini masih terkendala dengan transportasi yang digunakan untuk distribusi. Bahkan, beberapa daerah di Nunukan bahkan hanya bisa disinggahi dari jalur udara.
Meskipun bisa menggunakan jalur darat, tidak hanya jarak yang ditempuh cukup jauh tetapi untuk akses yang digunakan pun cukup sulit dilalui. Mulai dari jalan yang berlumpur, berbatu hingga berlubang dan curam. Belum lagi persoalan distribusi ini selesai, sekarang dihadapkan lagi dengan penerapan sistem berbasis digital.
Sales Branch Manager Rayon V Kaltimut Pertamina Depo Tarakan, Azri Ramadan Tambunan mengatakan meski Pertamina sudah menerapkan pola digitalisasi dalam pembelian BBM subsidi, untuk daerah perbatasan masih belum bisa dilakukan. Aplikasi My Pertamina ini yang menjadi salah satu pengawas penyaluran BBM subsidi.
“Di Krayan, karena disana keterbatasan sinyal dan jaringan, jadi pencatatannya masih secara manual. Tercatat, nomor polisi didata SPBU setiap pembeliannya. Hanya saja secara manual. Ada pertalite dan biosolar yang dijual dan laris disana,” tuturnya, Jumat (27/10/2023).
Namun, pihaknya memastikan pendistribusian tetap lancar sesuai kuota yang sudah diamanahkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Saat ini, dari lima kecamatan di Nunukan yang berbatasan langsung dengan Malaysia sudah ada 3 Kecamatan yang sudah memiliki SPBU dengan BBM satu harga.
“Di Krayan Induk, Krayan Timur dan Krayan Selatan ini sudah berjalan. Sekarang yang sedang existing, on progress pembangunan itu di Krayan Barat. Secara bangunan sudah ada, sudah finishing, tinggal proses pemeriksaan safety dari internal kami dan kelengkapan dokumen lainnya. Kemungkinan di awal November kita sudah bisa mendistribusikan yang di Krayan Barat ini,” jelasnya.
Azri menerangkan, keinginan dari Presiden Joko Widodo untuk BBM satu harga membuat Pertamina harus kerja keras agar bisa turut andil merealisasikan. Progress pembangunan SPBU di Krayan ini juga cukup cepat, sejak Presiden memerintahkan BBM satu harga pada 2016 lalu, saat ini jumlahnya sudah 3 SPBU yang beroperasi dan satu lagi segera melayani konsumen.
“Pokoknya kami kembangkan infrastruktur untuk BBM satu harga ini,” katanya.
Sekali angkut, pesawat menerbangkan 3.000 liter per order satu SPBU. Dengan perjalanan yang ditempuh selama satu jam, dalam satu hari bisa terbang dua kali. Pengiriman juga menyesuaikan cuaca, karena kondisi yang dilalui merupakan hutan belantara dan pegunungan sehingga harus dipastikan jarak pandang tidak tertutup cuaca ekstrem.
Semangat Pertamina, kata dia semua masyarakat di Indonesia memiliki hak yang sama. Sehingga, orang di Tarakan dan di Krayan punya hak untuk mendapatkan BBM dengan harga dan kualitas yang sama.
“Itulah yang berusaha kami wujudkan. Satu-satunya akses menuju kesana menggunakan pesawat, jadi kami ya mau tidak mau, suka tidak suka gunakan pesawat,” ungkapnya.
Bahkan, karena akses satu-satunya hanya menggunakan pesawat, berarti bergantung pada cuaca. Jika cuaca buruk maka akan ditunda pada hari yang sama hingga membaik. Namun, jika tidak memungkinkan jarak pandangnya, maka pengiriman dilakukan secepatnya besoknya.
“Tapi, kalau hari minggu libur, karena warga disana sebagian besar nasrani jadi fokus ibadah dan aktivitas nyaris tidak ada di hari minggu,” tuturnya.
Terpisah, Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang mengatakan soal transportasi ini memang menjadi kendala. Mulai dari sarana angkut transportasi yang pengadaannya dari Tarakan ke Krayan hingga setibanya di Krayan menuju ke lokasi SPBU.
“In shaa Allah ada solusi, nanti ada dari PT. Aman Air yang akan bekerjasama dengan Pertamina untuk mengangkut (BBM) ke Krayan. Sampai saat ini kan masih satu harga, tidak ada harga BBM bersubsidi itu beda. Kehadiran negara di perbatasan itu termasuk menjamin BBM satu harga seperti di daerah lainnya,” katanya, ditemui Minggu (29/10/2023)
Zainal juga memastikan bersama Pertamina berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama di daerah 3T. Ia pun meminta Pertamina tetap mengutamakan kepentingan negara di perbatasan ini, meski sudah menerapkan digitalisasi dalam pendistribusian.
“Kami berupaya memenuhi kebutuhan bahan bakar bersubsidi untuk masyarakat, Tertinggal, Terdepan dan Terluar. Pertamina tentu memiliki pertimbangan sendiri untuk bisa mengeluarkan kebijakan untuk daerah perbatasan. Bagaimana kepentingan negara ini bisa direalisasikan, meski sudah di era digitalisasi,” harapnya.
Saat ini, Kaltara sendiri sudah membangun 13 titik lokasi lembaga penyalur BBM 1 Harga dan ditargetkan hingga 2024 sebanyak 18 titik. Di Krayan ini memang memiliki jalur yang menantang untuk bisa mewujudkan BBM satu harga.
“Karena kondisi wilayah Krayan yang hanya mampu dijangkau oleh pesawat khusus jenis air traktor. Melihat kondisi ini kita berharap proyek pembangunan jalan darat dari Malinau ke Long Bawan segera terwujud,” tandasnya.
Salah satu warga Krayan, Ahmad saat dihubungi Senin (30/10/2023) mengatakan sebelum BBM satu harga ini berlaku di Krayan, bisanya warga membeli dari Malaysia dengan harga Rp40 ribu hingga Rp50 ribu. Sekarang, untuk Pertalite bisa dibeli dengan harga Rp 10 ribu per liter.
“Kalau Bio Solar harganya Rp6.800 per liter, ini yang kami pakai untuk bahan bakar kompor yang kami gunakan. Saya kebetulan istri lolos PNS sebagai guru disini, tapi sangat terasa harga bahan pokok memang cukup tinggi. Dengan satu harga ini, sebenarnya bisa menekan biaya kebutuhan pokok di Krayan, apalagi sebagian besar hanya petani,” katanya.
Reporter : Sahida