TERASKALTARA.ID, TARAKAN – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tarakan memusnahkan barang-barang ilegal hasil penindakan sepanjang Mei 2024 hingga September 2025, dengan nilai total mencapai Rp653 juta.
Pemusnahan dilakukan di lapangan Kantor Bea Cukai Tarakan pada Selasa (4/11/2025) setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Barang-barang yang dimusnahkan meliputi 173.096 batang rokok tanpa cukai, 1.291 botol dan satu jeriken minuman keras impor dengan total 796 liter, 22 karung pakaian bekas (ballpress), serta sejumlah barang larangan seperti senjata tajam dan alat bantu seks yang telah berstatus Barang Milik Negara (BMN).
Rokok ilegal menjadi temuan terbesar, sebagian besar disita dari kios dan toko ritel, sedangkan minuman beralkohol diketahui berasal dari China, Malaysia, dan Skotlandia.
Kepala Bea dan Cukai Tarakan, Wahyu Budi Utomo, menjelaskan bahwa proses pemusnahan dilakukan secara terbuka rokok dan pakaian dibakar, minuman beralkohol dituang ke wadah khusus, sedangkan barang larangan dihancurkan menggunakan gergaji besi.
“Untuk rokok ilegal, kami berikan sanksi administratif karena termasuk pelanggaran ringan. Namun untuk alkohol, dikenakan denda melalui pendekatan ultimum remedium. Semua sudah diselesaikan sebelum barang dimusnahkan,” ujar Wahyu.
Menurutnya, pola penyelundupan yang ditemukan kini makin beragam. Selain memanfaatkan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) dengan sistem pemesanan daring, pelaku juga menggunakan jalur tikus di perairan lintas batas.
“Sebagian besar pengungkapan berasal dari pengiriman online melalui jasa ekspedisi. Tapi kami juga mencurigai sebagian barang masuk lewat kapal kecil di perbatasan,” ungkapnya.
Kendati begitu, Wahyu menilai persoalan utama bukan pada produksi lokal, sebab Kalimantan Utara bukan wilayah produsen Barang Kena Cukai (BKC) ilegal.
“Di sini tidak ada pabrik atau penyalur besar. Biasanya hanya toko-toko kecil yang menjual kembali. Kami lebih banyak melakukan pembinaan, sedangkan sumber utamanya kami koordinasikan ke kantor pusat,” jelasnya.
Meski sebagian besar pelanggaran ditangani dengan sanksi administratif, Wahyu menegaskan, kasus yang memenuhi unsur pidana tetap dilanjutkan ke proses hukum.
“Pernah ada kasus rokok ilegal sebanyak 90 batang yang kami serahkan ke kejaksaan. Tapi tetap harus ada bukti kuat dan unsur pidananya terpenuhi,” katanya.
Ia menambahkan, kebijakan ultimum remedium dipilih sebagai bentuk keseimbangan antara penegakan hukum dan pembinaan ekonomi masyarakat perbatasan.
Bea Cukai Tarakan menegaskan, pemusnahan ini bukan hanya soal penegakan aturan, melainkan juga perlindungan terhadap ekonomi nasional dan kesehatan publik.
Barang-barang ilegal tersebut dinilai merusak iklim perdagangan dan mengancam industri dalam negeri.
“Upaya kami tidak berhenti di penindakan. Edukasi, sosialisasi, dan sinergi dengan berbagai pihak terus kami tingkatkan untuk mendorong perdagangan yang sehat dan adil,” pungkas Wahyu.(Tk12).




