TERASKALTARA.ID, TARAKAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan mengungkap dua modus penyimpangan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu bank pelat merah di Kota Tarakan, Rabu (5/11/2025).
Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatan mereka dalam praktik kredit fiktif yang merugikan negara hingga Rp2,195 miliar.
Kepala Kejari Tarakan, Deddy Yuliansyah Rasyid, S.H., M.H., menjelaskan bahwa para tersangka menggunakan dua pola utama untuk menjalankan aksinya, yakni modus “topengan” dan “tempilan”.
“Modus topengan dan tempilan ini berbeda, tapi keduanya sama-sama merugikan negara. Fokus kami adalah mengembalikan kerugian negara dan memastikan program KUR tetap berjalan sesuai tujuannya,” kata Deddy saat memberikan keterangan pers.
Dalam modus topengan, seluruh data calon debitur dibuat fiktif. Nama, identitas, hingga alamat tidak pernah ada, namun dana kredit tetap dicairkan dan langsung dinikmati oleh para pelaku.
Sedangkan pada modus tempilan, tersangka menggunakan data kependudukan warga sungguhan agar tampak memenuhi syarat administratif.
Dalam pola ini, warga yang datanya dipinjam biasanya mengetahui, namun hanya menerima sebagian kecil dana dari pencairan, sementara sebagian besar dikuasai pelaku.
Untuk memuluskan aksinya, tersangka juga memodifikasi elemen data penting seperti usia, status perkawinan, dan alamat. Perubahan tersebut dilakukan untuk membuat pengajuan kredit terlihat sah secara sistem administrasi bank.
Deddy menyebut, penyidik menemukan indikasi bahwa para tersangka saling bekerja sama untuk menutupi transaksi dan mengelabui sistem internal bank.
“Kami akan mengembangkan penyidikan jika ditemukan pihak lain yang terlibat atau mengetahui tetapi tidak mengambil tindakan,” ujarnya.
Selain pemeriksaan administratif, tim kejaksaan juga melakukan penelusuran aset (asset tracing) guna memastikan seluruh aliran dana kredit fiktif dapat ditelusuri. Langkah ini mencakup pemeriksaan terhadap rekening, aset, maupun properti milik tersangka.
Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Utara, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp2,195 miliar.
Namun hingga kini, penyidik telah berhasil mengamankan Rp341 juta sebagai bagian dari pemulihan kerugian negara.
Kejaksaan juga menyoroti peran sebagian warga yang terlibat dalam modus “tempilan”. Meski mereka menerima dana dalam jumlah kecil, tetap dihimbau untuk mengembalikan uang yang diperoleh dari pencairan fiktif tersebut.
“Kami memahami sebagian warga mungkin tidak sepenuhnya sadar menjadi bagian dari praktik ini. Tapi prinsip kami jelas, setiap dana negara yang keluar di luar ketentuan harus dikembalikan,” tegas Deddy.
Hingga kini, 88 saksi dan satu ahli telah diperiksa dalam kasus ini. Setelah seluruh berkas perkara dinyatakan lengkap, Kejari Tarakan akan segera melimpahkan kasus ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda untuk disidangkan.
Deddy memastikan penyidikan tidak berhenti pada tiga tersangka yang sudah ditahan.
“Kami terus membuka peluang pengembangan perkara, termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak internal bank maupun instansi lain yang mengetahui praktik ini,” pungkasnya.(Tk12).




