TERASKALTARA.ID, MALINAU – Upaya mempercepat pembangunan di wilayah perbatasan Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, kembali mendapat sorotan, Jum’at (31/10/2025).
Kawasan Apau Kayan yang terletak di jantung perbatasan Indonesia–Malaysia hingga kini masih menghadapi tantangan besar akibat keterbatasan infrastruktur, sulitnya akses transportasi, dan kompleksitas regulasi pembangunan.
Bupati Malinau, Wempi W. Mawa menegaskan, percepatan pembangunan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) seperti Apau Kayan tidak akan berjalan efektif tanpa kebijakan strategis tingkat nasional.
Ia menilai, keputusan presiden (Keppres) perlu diterbitkan sebagai langkah konkret untuk memangkas rantai birokrasi lintas kementerian dan lembaga yang selama ini menghambat.
“Untuk membangun di perbatasan, pemerintah daerah harus berhadapan dengan aturan pelepasan kawasan, izin lingkungan, hingga koordinasi antar instansi yang panjang. Karena itu, kami mengusulkan adanya keputusan presiden yang bisa memangkas jalur birokrasi tersebut,” ujar Wempi.
Ia menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional bertema “Perbatasan Kuat Indonesia Bermartabat, 504: Malinau Beranda Merah Putih”, yang turut dihadiri Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP, Dr. Nurdin dan Deputi I Kantor Staf Presiden Letjen TNI (Purn) Dr. Irwan Hadi.
Menurut Wempi, isu pembangunan perbatasan tidak hanya menyangkut fisik infrastruktur, tetapi juga menyentuh aspek kehormatan dan keberlangsungan hidup masyarakat yang tinggal di garis depan negara.
“Persoalan di perbatasan bukan hanya soal jalan atau jembatan, tapi tentang martabat masyarakat yang hidup di sana. Pendidikan, kesehatan, dan ekonomi mereka harus diperkuat melalui kebijakan nasional yang tegas dan berpihak,” tegasnya.
Apau Kayan memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Malaysia. Namun, keterbatasan kewenangan dan regulasi kehutanan membuat pembangunan fisik di wilayah ini berjalan lambat.
Bahkan hingga tahun 2025, hasil monitoring pemerintah daerah mencatat masih terdapat lima titik jalan rusak parah menuju Desa Data Dian.
Untuk mendukung distribusi logistik, Pemkab Malinau setiap tahun harus menyiapkan subsidi ongkos angkut (SOA) dengan nilai mencapai lebih dari Rp30 miliar pada 2023, terutama untuk pengangkutan barang dan kebutuhan pokok melalui jalur udara ke wilayah pedalaman.
Wempi menilai, Keppres dapat menjadi payung hukum percepatan pembangunan nasional di kawasan strategis perbatasan tanpa harus menunggu prosedur antar instansi yang berbelit.
“Kalau ini demi kepentingan strategis nasional, untuk kehormatan bangsa, keputusan presiden bisa menjadi jalan cepat. Negara harus hadir secara nyata di perbatasan,” tambahnya.
Selain dorongan terhadap Keppres, Wempi juga mengangkat kembali wacana pemekaran Kabupaten Apau Kayan sebagai solusi jangka panjang.
Pemekaran dinilai penting untuk mempercepat pelayanan publik, membuka akses ekonomi, dan memperkuat kehadiran negara di wilayah perbatasan.
Usulan pembentukan Kabupaten Apau Kayan sendiri telah disepakati sejak tahun 2016 melalui keputusan bersama Pemerintah Kabupaten Malinau dan DPRD. Kajian akademisnya disusun oleh Tim Akademisi dari Universitas Mulawarman di bawah pimpinan Prof. Dr. Adri Patton, M.Si.
“Apau Kayan ini sangat luas dan jauh dari ibu kota kabupaten. Kalau semua masih harus menunggu dari Malinau, pembangunan tidak akan optimal. Pemekaran harus dilihat sebagai kebutuhan strategis, bukan sekadar administratif,” kata Wempi.
Ia berharap hasil seminar nasional tersebut dapat menjadi dasar bagi pemerintah pusat, khususnya Kantor Staf Presiden (KSP), untuk menindaklanjuti kebijakan percepatan pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Utara.
“Kalau kita bisa melihat persoalan dari sudut pandang yang sama, saya yakin semua masalah di perbatasan akan perlahan-lahan teratasi,” pungkasnya.(Tk12).





