JAKARTA, TerasKaltara.id – Pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) RI, Raja Juli Antoni akan membuka 20 juta hektar lahan hutan untuk kepentingan energi dan pangan menjadi polemik dan disoroti sejumlah pihak.
Termasuk Anggota DPD RI asal Kalimantan Utara (Kaltara), Hasan Basri yang menyebutkan rencana Menhut merupakan pernyataan serius yang mesti dicermati.
“Pernyataan Menhut untuk mengubah 20 juta hektare lahan hutan menjadi sumber lahan pangan, energi dan air yang katanya demi program ketahanan pangan dan energi, harus dicermati dulu,” ujarnya, Senin (6/1/2025).
Senator RI ini menyebut, sudah banyak janji-janji dari agenda pembukaan lahan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan energi. Faktanya pemerintah pusat tidak pernah benar-benar berhasil menunaikan janjinya.
“Ada banyak lahan untuk lumbung pangan sudah dibuka, tapi di mana letak keberhasilan dan dampaknya bagi rakyat?,” katanya.
Menurut Ketua PURT DPD RI ini lagi, membuka lahan hutan 20 juta hektar yang luasnya melebihi 2 kali Pulau Jawa, seperti disampaikan salah satu media nasional bisa menjadi ancaman terhadap lingkungan dan masa depan bangsa Indonesia.
“Saya mendukung lumbung pangan dari dulu di Pulau Kalimantan, dengan alasan agar bekas Proyek Lahan Gambut kutaan hektar yang digagas Presiden kedua dulu, bisa diberdayakan,” tandasnya.
Sehingga, kerusakan yang sudah terlanjur terjadi beberapa dekade lalu, bisa diperbaiki dan mendatangkan manfaat bagi rakyat.
Ia pun menyatakan dukungannya agar food estate atau lumbung pangan dilanjutkan dengan intensifikasi. Diantaranya mengoptimalkan lahan yang dikuasai petani, sehingga meningkat produktivitas dan naiklah penghasilannya.
“Jadi tidak perlu rasanya membuka lahan baru lagi, apalagi sampai membabat hutan dengan alasan pangan. Berdayakan jutaan hektar lahan yang sudah ada dicanangkan dari pemerintahan sebelum-sebelumnya dan buktikan keberhasilannya. Termasuk program-program yang konon katanya ada di Kalimantan,” tegasnya.
Hasam Basri kembali meminta pemerintah pertanggungjawabkan secara transparan perkembangan maupun hasilnya, agar tidak jadi gimmick semata.
“Saya dari dulu sampaikan tentang pentingnya pemberdayaan para petani dan mengoptimalkan lahan yang telah mereka garap dan kuasai. Dorong modernisasi penyuburan tanah, pemilihan bibit, tata cara penanaman, pemberian pupuk, tata cara pemanenan, dan penjualan beras, harus dilakukan dengan baik dan benar, serta berkeadilan,” pungkasnya.
Pada prinsipnya, konsep food estate yang dulu dijanjikan di Pulau Kalimantan dengan modernisasi pertanian dan kawasan terintegrasi dengan hilirisasi pertanian, mestinya diwujudkan.
Daripada membabat hutan baru, Hasan Basri meminta pemerintah untuk memfungsikan lahan hutan yang sudah terlanjur dibabat untuk agenda yang sama.
Hasan Basri sekaligus mendesak pemerintah untuk menunjukkan komitmen, tanpa menimbulkan ancaman lingkungan yang tak terkendali.
“Sebaiknya Menhut evaluasi status kawasan hutan di kawasan Pulau Kalimantan yang banyak merugikan masyarakat. Banyak desa hingga kantor pemerintahan di Pulau Kalimantan berstatus kawasan hutan, meski faktanya tidak demikian,” ungkapnya.
Hasan Basri menilai, Menhut harus adil dan arif dalam membuat kebijakan. Agar pemerintah sungguh memberi rakyat keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kesejahteraan rakyat.
“Bersama mengawal agenda-agenda pemerintah, agar tidak berubah jadi bencana sosial di kemudian hari. Kalau bukan kita, siapa lagi?, Kalau bukan sekarang, kapan lagi?,” tandasnya. (*)