MALINAU, TerasKaltara.id – Penampilan prosesi adat, khas masyarakat Dayak Tahol sangat memukau pada Irau ke-10 di Malinau, Kamis (19/10/2023). Menampilkan sejarah yang terjadi di masa lampau, Dayak Tahol memperlihatkan masyarakat adat mempertaruhkan nyawa kelompok dan wilayahnya.
Prosesi adat khas Dayak Tahol ini merupakan gambaran masa lampau, sejarah dalam pertunjukan sebagai bentuk regenerasi kebudayaan untuk keperluan kelestarian budaya kepada generasi muda.
Bupati Malinau, Wempi W Mawa mengatakan, tampilan hari ke-13 dari Adat Dayak Tahol ini memperlihatkan ritual adat, prosesi adat yang jarang ditampilkan. Sebuah penampilan tentang kebiasaan pada masa lampau yang dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan atas kebudayaan.
“Sekaligus merupakan proyeksi pada masa saat ini. Masyarakat Malinau yang majemuk hidup berdampingan saat ini berbeda dengan masa lampau, terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu,” ujarnya.
Sehingga pada masa kini, kedamaian yang dinikmati merupakan wujud kesyukuran sekaligus refleksi kemajuan daerah saat ini. Tidak adalagi perang seperti yang diceritakan, terjadi antar kelompok di masa lalu.
“Tapi dewasa ini kita berperang melawan kemiskinan, kita berperang melawan kebodohan,” tandasnya.
Persembahan dari Lembaga Adat Dayak Tahol ini merupakan prosesi, upacara khas yang jarang dipentaskan.
“Diantaranya, prosesi kaderisasi kepemimpinan yang diiringi ritual dan upacara sakral masyarakat kala dulu dalam menyeleksi dan menentukan calon pemimpin Dayak Tahol,” bebernya lagi.
Dalam prosesi adat yang ditampilkan, Wempi mengungkapkan kaitannya dengan minuman tradisional, arak atau burag atau biasa disebut pengasi. Dikecualikan pada acara adat, minuman pengasi merupakan jenis minuman yang dibenarkan untuk keperluan adat istiadat sebagaimana dikecualikan dalam Perda 13/2002 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum.
Hal ini juga sebagai bentuk dukungan dari Pemerintah Kabupaten Malinau, melalui Perda nomor 13 yang menjadi payung hukum pada saat kegiatan dan prosesi adat. Wempi menilai, ada budaya dan tradisi yang tidak bisa dipisahkan dalam sebuah kebudayaan.
“Diantaranya minuman yang beralkohol. Perda kita memberikan ruang sepanjang untuk kepentingan budaya, keagamaan atau kesehatan,” katanya. (tk10)