Tegaskan Perjuangan RUU Masyarakat Adat, Deddy Sitorus: Hak Rakyat Tidak Boleh Kalah dari Korporasi

Deddy Sitorus memberikan penjelasan kepada media terkait pentingnya sinergi antara masyarakat adat, pemerintah daerah, dan DPR untuk memastikan hak-hak adat terlindungi.
Deddy Sitorus memberikan penjelasan kepada media terkait pentingnya sinergi antara masyarakat adat, pemerintah daerah, dan DPR untuk memastikan hak-hak adat terlindungi.

TERASKALTARA.ID, MALINAU – Aspirasi masyarakat adat Kabupaten Malinau untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat kembali mendapat perhatian serius dari Anggota DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus.

Pernyataan ini disampaikan langsung setelah ia menerima aspirasi masyarakat adat pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Malinau, Minggu (26/10/2025).

Deddy Sitorus menegaskan bahwa pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat merupakan perjuangan bersama yang tidak bisa dilakukan sendiri.

“Perlu perjuangan bersama, kita semua tahu bahwa kepentingan atas hutan dan lingkungan selalu berbenturan dengan kepentingan negara dan korporasi yang orientasinya profit,” ujarnya Rabu (29/10/2025).

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan bahwa aspirasi masyarakat adat harus terus diperjuangkan ke meja legislasi, namun diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan anggota DPR.

“Hanya bisa terjadi posisi tawar yang sama jika masyarakat bersatu, jika pemerintah daerah bersatu. Kalau semua diam dan menyerahkan ini hanya kepada DPR apalagi orang per orang, saya kira akan gagal,” tegasnya.

Deddy juga menyoroti potensi konflik masyarakat adat dengan Proyek Strategis Nasional (PSN), khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang.

Ia menekankan investasi industri dan pembangunan tidak boleh merugikan masyarakat adat yang telah hidup ribuan tahun di wilayah tersebut.

“Yang harus kita pastikan adalah bahwa benar nanti PLTA Mentarang Induk memberikan dampak sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat. Jangan sampai listriknya justru dijual ke luar negeri, itu akan sangat mengecewakan,” katanya.

Selain itu, Deddy menyoroti ketimpangan dalam kemudahan perizinan. Menurutnya, izin bagi korporasi sering diberikan dengan mudah, sementara pengakuan hak masyarakat adat masih sulit diperoleh.

“Kenapa kalau untuk korporasi izin dengan mudah diberikan, tapi untuk masyarakat sendiri setengah mati mengurus hutannya,” kritiknya.

Dalam momentum HUT ke-26 Kabupaten Malinau ini, pernyataan sikap 11 lembaga adat yang mewakili suku Dayak, Tidung, dan Bulungan menjadi pengingat pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Aspirasi tersebut disampaikan langsung di hadapan Deddy Sitorus, para anggota DPRD Provinsi Kalimantan Utara, dan jajaran Anggota DPRD Kabupaten Malinau yang hadir, diharapkan dapat menindaklanjuti dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat adat.

“Bagi masyarakat adat, RUU Masyarakat Adat bukan sekadar aturan, melainkan pengakuan atas jati diri dan keberlanjutan kehidupan mereka di bumi Intimung Malinau dan seluruh Nusantara,” pungkas Deddy.(Tk12).

Pos terkait