TARAKAN, TerasKaltara.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tarakan menggelar sidang kedua dugaan pelanggaran administrasi pemilu, terkait pemalsuan dokumen, Senin (4/3/2024). Sebelumnya, sidang adjudikasi ini sempat tertunda karena ketidakhadiran EH, Calon Legislatif (Caleg) DPRD Tarakan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Tarakan Tengah sebagai terlapor.
Pada sidang kedua ini, Bawaslu Tarakan mengagendakan pembacaan gugatan. Masing-masing pelapor dan terlapor hadir bersama Penasehat Hukumnya.
Koordinator Divisi Penanganan, Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Tarakan, Johnson mengatakan, pihaknya menyesuaikan dengan pembacaan laporan dari terlapor. Kemudian untuk agenda selanjutnya, jawaban terlapor akan dilanjutkan Jumat (8/3/2024) sekaligus dengan agenda pembuktian.
“Sesuai aturan, penanganan pelanggaran harus selesai 14 hari kerja. Berarti 15 Maret mendatang, Bawaslu sudah harus membacakan putusan dari laporan yang disampaikan,” katanya.
Berdasarkan laporan yang disampaikan pelapor, Johnson mengungkapkan ada ketidaksesuaian persyaratan pencalonan terlapor sebagai Caleg. Nantinya, dari laporan ini, pelapor yang dibebankan untuk membuktikan. Meski pada prinsipnya, Johnson mengungkapkan ada dua laporan yaitu secara administrasi dan tindak pidana.
“Kami menggelar persidangan untuk melihat pembuktian dari kedua belah pihak. Nanti kami akan sandingkan kemudian majelis akan mempertimbangkan,” tandasnya.
Baca Juga : Oknum Caleg Tarakan Tengah Dilaporkan Gunakan Dokumen Palsu
Penasihat Hukum pelapor, Hasbullah saat dikonfirmasi menerangkan, laporan yang disampaikannya ke Bawaslu Tarakan terkait terlapor yang pernah dipidana selama 2 bulan pada 23 Mei 2019 lalu. Saat itu, EH disangkakan melanggar tindak pidana sesuai Undang undang Kesehatan.
Merujuk pada laman website SIPP Pengadilan Negeri Samarinda, Hasbullah menyebutkan jika melihat pada waktu tindak pidana itu terjadi pada terlapor, jarak antara penyelesaian masa pidana dengan pencalonan sebagai anggota legislatif belum sampai 5 tahun.
“Ancaannya juga diatas 5 tahun kalau sesuai Undang undang kesehatan itu. Kami baru mengetahui, sehingga baru dilaporkan. Saat mengurus SKCK di Polres Tarakan, terlapor tidak mencantumkan pernah menjadi terpidana. Seharusnya kan menyampaikan ke polisi waktu itu,” ungkapnya.
Meski akibat tidak menyampaikan sudah menjadi terpidana, SKCK bebas pidana menjadi terbit, Hasbullah mengaku belum mengarah akan menghadirkan pihak pengadilan atau Polres Tarakan sebagai saksi.
Ia pun membantah perihal ada kepentingan, lantaran baru saja melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ini setelah EH diketahui bakal lolos ke kursi DPRD Tarakan.
“Kami baru tahu 22 Februari lalu. Kami juga mau melihat dulu pasal yang disangkakan kepada terlapor, ternyata ancamannya 15 tahun seusai Undang undang Kesehatan,” pungkasnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum Terlapor EH, Nanang Hermawan menuturkan dalam dua laporan dengan kliennya sebagai terlapor, sepenuhnya diserahkan kepada Bawaslu. Pihaknya juga masih akan berdiskusi lagi terkait pembuktian Jumat nanti.
“Kami pada intinya menyerahkan proses yang berjalan ini ke Bawaslu Tarakan. Sembari kami juga mempersiapkan proses yang sedang berjalan. Kami akan berdiskusi dulu terkait persiapan pembuktian nanti. Intinya, kami menghargai proses di Bawaslu,” tandasnya. (saf)