TARAKAN, TerasKaltara.id – Personel gabungan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan bersama Pos TNI AL Sebatik, mengamankan tiga nelayan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia yang diduga melakukan pengeboman ikan di perairan laut Sulawesi. Ketiganya diamankan saat personel gabungan ini melakukan patroli, Jumat (25/8/2023).
Kepala Stasiun PSDKP Tarakan, Johanis Medea melalui Pelaksana Koordinasi Operasional Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran, Abdul Harris mengatakan, pria berinisial O merupakan nahkoda, S dan J sebagai ABK. Selain mengamankan ketiganya, pihaknya juga mendapati barang bukti yang berkenaan dengan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.
“Kami juga mengamankan long boat dengan nomor lambung negara Malaysia, satu kompresor, alat selam seperti kaca mata renang, tabung oksigen beserta selang. Ada juga hasil tangkapan berupa ikan kerapu dan kakap merah sekira 50 kilogram,” kata Abdul kepada awak media, Sabtu (26/8/2023).
Ia menambahkan, pihaknya mendapati diatas perahu para pelaku tidak ditemukan adanya alat tangkap ikan. Diduga kuat dalam proses pengambilan ikan, para pelaku menggunakan bahan peledak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, kepada personel yang ada di lapangan, ketiga WNA tersebut juga mengakui melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak yang dirakit sendiri. Selanjutnya menyetor hasil tangkapannya kepada seseorang di Malaysia.
“Ketiganya ini tidak ada identitas, jadi yang ada di atas perahu hanya ada dokumen sijil atau leasen perahunya yang dikeluarkan instansi Malaysia,” ucap Abdul.
Dari penyelidikan, ketiganya telah melanggar perbatasan perairan Indonesia-Malaysia sejauh kurang lebih 3,4 mil. Para pelaku juga mengaku sadar telah melewati batas perairan Indonesia-Malaysia.
Kegiatan tersebut pun cukup sering dilakukan dan disinyalir saat penangkapan, ketiga orang tersebut sudah bertahan selama sehari.
“Ya dia sudah baca pola petugas. Mereka turunnya di waktu tertentu yang sekiranya tidak ada patroli dan lokasinya pun sudah bergeser,” ucapnya.
Abdul mengungkapkan, meski statusnya masih sanksi, pihaknya segera mengambil langkah berkoordinasi dengan pihak instansi terkait Kejaksaan, Pengadilan dan konsulat Kementerian Luar Negeri terkait penanganan proses hukum WNA.
“Walaupun terbukti ada pelanggaran. Kita masih jadikan saksi. Nanti untuk memastikan, di tahap selanjutnya baru ditetapkan tersangka,” ujarnya.
Sambungnya lagi, jika terbukti melanggar ketiganya dapat dikenakan Pasal 84 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
“Penjara paling lama 6 tahun denda paling banyak Rp1,2 milyar dan terkait dengan penanganan kewarganrgaraannya kami akan berkordinasi dengan pihak terkait,” tegasnya. (ryf)