TARAKAN, TerasKaltara.id – Memasuki agenda pembuktian sidang ajudikasi dugaan pelanggaran administrasi Pemilu, Selasa (27/2/2024) dari terlapor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tarakan menghadirkan saksi ahli.
Dalam keterangannya, saksi ahli, Yahya Ahmad Zein mengatakan untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) tidak memungkinkan dilakukan. Pasalnya, laporan ini masuk setelah melewati batas ketentuan 10 hari setelah hari pemungutan suara, 14 Februari.
“Kalau sampai pada PSU itu tidak memungkinkan. Sudah jelas normanya, 10 hari setelah pemilihan. Jadi, saya kira syarat yang ada di undang-undang juga tidak mudah untuk melakukan prosesnya. Saya tegaskan proses PSU itu tidak mudah. Ada beberapa hal yang harus terpenuhi terutama syarat normatif atau syarat formil yang ada di Undang-undang,” ujar Yahya yang juga merupakan Ahli Hukum Tata Negara di Universitas Borneo Tarakan.
Dalam keterangannya, Yahya juga meminta agar pengawas dan penyelenggara pemilu lebih cermat. Khususnya dalam aturan yang tertuang dalam PKPU. Hal paling pokok, menurutnya harus bisa memahami norma yang ada dalam perundang-undangan.
“Saya tadi dalam kapasitas saksi ahli untuk memberikan penjelasan terkait dengan norma pasal 80 ayat 2 dari a samapi d dan pasal 80 ayat 3 nya. Karena yang dituntut itu adalah PSU, jadi jangan sampai keluar dari konteks norma yang digariskan oleh undang-undang, khusunya PKPU 25 itu,” tegasnya, saat ditemui usai memberikan keterangan sebagai saksi.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Tarakan, Riswanto menuturkan pelaksanaan sidang pembuktian terkait dugaan pelanggaran pemilu di TPS 02 Pamusian dan TPS 88 Karang Anyar. Berdasarkan laporan dari masyarakat, di 2 TPS tersebut ada pemilih yang masuk dalam DPTb yang merupakan warga luar Kaltara menerima 5 jenis surat suara.
“Pelapor itu hanya melampirkan dua kasus. Dalam sidang ini, dihadirkan terlapor 3, 4 dan 5 yaitu, KPU, dan 2 anggota KPPS, satu dari KPPS 088 dan satu dari KPPS 002. Sementara untuk terlapor 1 dan 2 itu saat ini sedang dalam kajian awal dan belum kita register. Jika terpenuhi syarat formil materil nya maka akan kita register,” kata Riswanto.
Riswanto mengungkapkan, untuk terlapor 1 dan 2 adalah pemilih yang diduga memiliki KTP domisili luar Kaltara. Namun informasi terkait kebenaran domisili pemilih di dua TPS tersebut hingga saat ini masih didalami Bawaslu.
“Dari pelapor menghadirkan satu orang saksi. Kemudian terlapor, KPU Tarakan menghadirkan ahli di bidang hukum tata negara. Keterangan saksi pelapor tidak terlalu mengerucut, karena yang bersangkutan juga tidak terlalu memahami mengenai definisi dari daftar pemilih dan juga pengunaan waktu dari masing-masing pemilih,” ungkapnya.
Meski demikian, Riswanto menegaskan dari keterangan saksi ahli yang dihadirkan pelapor, pada kasus dugaan pelanggaran di TPS 02 Pamusian dan TPS 88 Karang Anyar juga belum ditemukan adanya unsur yang terpenuhi untuk dilaksanakan PSU.
“Pembacaan putusan kami sampaikan Kamis (29/2/2024) besok. Kami dalam memutuskan itu banyak pertimbangan, apakah niatnya PSU atau tidak. Walaupun bukan itu yang menjadi tuntutan tertulis dari pelapor, namun sempat pelapor sebutkan secara lisan dalam sidang tadi. Kami tentunya juga akan tetap meminta pendapat dari ahli untuk menjadi pertimbangan keputusan,” tegasnya. (ryf/saf)