TERASKALTARA.ID, MALINAU – Suasana Panggung Budaya Padan Liu’ Burung pada hari ke-14 Festival Budaya IRAU ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, Senin (20/10/2025), berubah khidmat saat Lembaga Adat Dayak Sa’ban menampilkan prosesi adat Maleun Apui Leu’ atau menghidupkan api kehidupan.
Ritual kuno ini memperlihatkan cara masyarakat Dayak Sa’ban menyalakan api menggunakan bambu, batu, dan serat alami sebuah tradisi yang diwariskan jauh sebelum ditemukannya korek api modern.
Lebih dari sekadar pertunjukan, Maleun Apui Leu’ menjadi simbol perjuangan manusia menjaga semangat hidup, persatuan, dan hubungan harmonis dengan alam.
Ketua Lembaga Adat Dayak Sa’ban Kabupaten Malinau, Jhonson Pawang, menjelaskan bahwa prosesi ini mengandung filosofi mendalam tentang ketekunan, kerja sama, dan rasa syukur terhadap Sang Pencipta.
“Api dalam tradisi kami bukan hanya cahaya, tapi juga kehidupan. Ia melambangkan semangat, kehangatan, dan sumber energi untuk terus bertahan di tengah tantangan,” ujarnya.

Ritual tersebut menjadi salah satu rangkaian utama dalam penampilan budaya Dayak Sa’ban yang juga menampilkan tarian dan permainan tradisional seperti Aro’ Meh, Arang Tawak, gasing, dan puwel gulat tradisional yang mencerminkan kekuatan dan sportivitas masyarakat Sa’ban.
Tarian Aro’ Meh membuka penampilan mereka dengan nuansa sakral. Gerak lembut para penari menggambarkan prosesi buka ladang sebuah doa dan harapan agar alam memberi kesuburan serta hasil panen berlimpah.
Sementara itu, Arang Tawak yang dibawakan oleh Sanggar Tari Desa Long Billa menampilkan semangat kebersamaan dan keharmonisan hidup, diiringi dentuman gong yang menggema di seluruh arena.
Selain itu, permainan tradisional gasing dan puwel turut memeriahkan suasana, menjadi simbol keseimbangan hidup dan ketangguhan generasi muda Sa’ban. Kini, permainan tersebut masih dilestarikan sebagai bagian dari hiburan rakyat sekaligus wadah mempererat persaudaraan.
Sebagai penutup, Sanggar Ka’bo Seni Tari Dayak Sa’ban mempersembahkan Tarian Arang Wei Yat atau tarian menjernihkan pikiran. Gerakan lembut penuh simbol menjadi doa agar manusia senantiasa hidup dalam ketenangan, berpikiran positif, dan selaras dengan alam.
“Melalui festival ini, kami ingin mengingatkan generasi muda bahwa budaya bukan sekadar warisan, tapi pedoman hidup. Api yang kami nyalakan hari ini adalah api semangat untuk menjaga identitas dan kearifan lokal,” tutur Jhonson.
Penampilan Lembaga Adat Dayak Sa’ban pun mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang memadati area panggung.
Tepuk tangan panjang mengiringi setiap prosesi, seolah menegaskan bahwa api kehidupan budaya Dayak Sa’ban akan terus menyala di Bumi Intimung.(Tk12).





